Skip to main content

Posts

Showing posts from July, 2016

Sarasvati events recap

Sebagai penyuka grup band musik Sarasvati, dalam periode 6 tahun mereka berkarya, tidak semua panggung Sarasvati selalu bisa saya datangi. Namun setiap panggung Sarasvati yang saya hadiri, tidak pernah gagal meninggalkan kesan buat saya. Saya senang bercerita banyak mengenai Sarasvati di blog ini. Ini adalah beberapa tulisan saya mengenai gigs dan konser Sarasvati yang saya hadiri. Sebuah rekaman tentang kenangan manis saat menjadi salah satu yang ikut bernyanyi di depan panggungnya. Selamat menyimak. 1.  RATIMAYA SARASVATI, BUAH JIWA KELOMPOK MUSISI PENENUN IMAJINASI  (Oktober, 2015) Foto : @syahwi 2.  Sarasvati Di Hellprint United Day III  (Oktober, 2013) Foto : @lucyanao 3.  LENGKAH MADDAH GOKIL PARAH!  (Maret, 2013) Foto : @superrumy 4.  SAYA MENYEBUTNYA PENGALAMAN NISHKALA  (November, 2012) Foto : @lucyanao 5.  GET CLOSER WITH SARASVATI : CORETAN KECIL DI MALAM SABTU  (Oktober, 2012) Foto: @dipcepepey 6.  SARASVATI INTIMATE

Ask me anything

Entry kali ini sesungguhnya adalah pertanggungjawaban kepada lima orang teman atas cetusan ide random yang datang dari saya sendiri yang menyatakan akan menjawab pertanyaan apa pun dari mereka dalam sebuah postingan blog. Beginilah jadinya. Sisca Utami (@sisca_utami ) : Pilih mana, bahagia apa sukses ? Kenapa ? Bahagia. Karena kalau kita bahagia dengan apa yang kita lakukan, kesuksesan akan mengikuti. Amin. Mentari Nurmalia (@rockintari_) : Hal paling tidak lo sukai yang harus lo lakukan ? Pas camping di lokasi yang ga ada tempat buang airnya. Jadi mau ga mau harus buang air di tengah-tengah sawah. Atau pas lagi jalan ke mana pun, harus buang air di toilet yang kotor dan bau. Pokoknya aku ga suka. Tapi ya mau gimana lagi ya kan. Lucyana Oktaviani (@ lucyanao ) : Kapan bikin project novel lagi ? Kapan mau bikin album? Aku belum berhasil bikin novel satu kali pun, masa udah ditanya "kapan bikin lagi?" *cry* Bikin album juga. Pertanyaan macam

Srikandi

Foto : @lucyanao Festival lagi. Ramai-ramai lagi. Menonton kakek mendalang lagi. Tentu saja, selalu dari baris paling belakang dan sudut paling temaram. Tapi anehnya, dia selalu bisa menemukanku. "Kakekmu pencerita yang luar biasa." "Semua dalang juga. Mereka semua luar biasa." "Kamu mau seperti Kakek?" "Aku tidak bisa." Aku mengusap wajahku, membalurinya dengan asam jawa biar kecut. Akhir-akhir ini, aku selalu membawa persediaan bumbu rasa masam itu ke mana pun aku pergi. Agar saat aku memerlukannya, ia akan menjadi setan penyelamat rasa bosanku kepada manusia. Seperti sihir, setelah wajahku terasa cukup kecut, siapa pun yang melihatnya akan berubah menjadi enggan terhadapku. Aku merasa nyaman. Setelah itu, dia tak berani menambah pertanyaannya. Di tengah bingar suara gamelan yang masih mengiringi kakekku mendalang, aku puas pertanyaan-pertanyaan dan rasa penasarannya telah lenyap. Rupanya aku juga telah berhasil mengusirnya.

Mencari tahu regulasi perfilman Indonesia

Bulan ini, bertepatan dengan musim libur Lebaran, timeline sosial media saya semarak dengan tweet promo film ataupun tweet orang-orang yang berkomentar tentang film yang baru mereka tonton. Tambahan lagi, pada bulan ini perfilman Indonesia mencapai rekornya; tujuh film Indonesia menembus angka lebih dari satu juta penonton. Konon pencapaian ini tak pernah terjadi dalam tujuh tahun terakhir. Tentu saja ini menggembirakan. Sumber :  filmindonesia.or.id  (19/7) Namun di samping kondisi menyenangkan tentang perfilman Indonesia, beberapa kritik mengenai tata edar, mutu film, kurangnya jumlah layar bioskop, sampai harga tiket bioskop yang tak terjangkau oleh semua kalangan juga kerap saya simak, baik dari pelaku industri film ataupun dari masyarakat. Lalu bagaimana sih sebenarnya regulasi perfilman Indonesia? Regulasi perfilman Indonesia tertulis dalam UU No 33 Tahun 2009 tentang Perfilman. Kita bisa mengunjungi situs kejaksaan.go.id  untuk mengunduh dan membaca secara lengkap isi

Q&A with Nay Sharaya

Foto : Dok, Pribadi Nay Sharaya lahir 26 April 1989 di Bulukumba, Sulawesi Selatan. Waktu kecil ia pernah kecanduan main paper doll dan malas mengerjakan hal lain . Sampai-sampai orang tuanya kesal dan menyembunyikan mainan itu entah di mana. Tapi sebagai gantinya, orang tua Nay membawa buku-buku ke rumah. Mulai dari buku dongeng sampai novel-novel anak. Dari situ, Nay mulai suka menciptakan dongeng. "Seru juga ternyata membuat cerita sendiri apalagi ada orang lain yang ketagihan dan menunggu lanjutan cerita bikinan kita." katanya. Nay sudah menerbitkan 4 novel; Forgotten (Media Pressindo, 2013), (Me)mories (Grasindo, 2014), Interval yang berduet dengan Dion Sagirang (Grasindo, 2015). Take Off My Red Shoes (Grasindo) adalah novel terbarunya. Apa kabar, Nay ? Sekarang lagi sibuk apa nih ? Kabar baik, Alhamdulillah. Sekarang lagi sibuk mengerjakan naskah nonfiksi (baca: tesis) dan mengejar-ngejar editor (dosen pembimbing). Harus menahan diri dulu untuk sement

Mendengarkan album kompilasi tribute to Efek Rumah Kaca

Foto : ripstore.asia Kamis (14/7) lalu, bertepatan dengan hari perayaan kelahiran MP3 sedunia (MP3 Day) atau dikenal juga sebagai #NetlabelDay, lewat akun sosial media instagram, saya membaca pengumuman bahwa Efek Rumah Kaca (ERK) telah merilis album kompilasi Tribute to ERK. Ada beberapa nama musisi terpilih yang pernah saya dengar sebelumnya seperti Fiersa Besari, Puti Chitara, Christabel Anora, dan Sungai. Saya juga penasaran dengan lagu cover-an dari musisi-musisi terpilih lainnya. Langsung saja, saya tidak berpikir lama lagi untuk mengunduh album tersebut. Sambil mendengarkan seluruh track, saya mencari tahu informasi tentang project album kompilasi Tribute to ERK ini. Ternyata project tersebut adalah project kolektif non-profit yang diinisiasi oleh Ripstore.Asia dan Creative Commons Indonesia sebagai bentuk penghargaan untuk ERK. Musisi-musisi Indonesia ditantang untuk membawakan ulang karya-karya ERK dengan versi dan genrenya masing-masing. Kemudian karya-karya cov

Aktor terbaik Festival Film Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir

Dalam sepuluh tahun terakhir, tercatat aktor Reza Rahadian meraih nominasi terbanyak dalam kategori Aktor Terbaik Festival Film Indonesia (FFI), yaitu 7 nominasi, dan memenangkan dua di antaranya. Disusul oleh Vino G. Bastian yang meraih 4 nominasi dan satu kali menang. Lalu siapa saja sih aktor-aktor terbaik Indonesia selain Reza dan Vino dalam sepuluh tahun terakhir ini? Berikut saya kumpulkan dari berbagai sumber, peraih penghargaan Aktor Terbaik FFI dalam sepuluh tahun terakhir. Selamat menyimak. Pemenang FFI 2006 Albert Fakdawer (Denias, Senandung di Atas Awan) Nominasi lainnya: Aries Budiman (Garasi) Dwi Sasono (Mendadak Dangdut) Ramon Y. Tungka (Ekskul) Ringgo Agus Rahman (Jomblo) Pemenang FFI 2007 Deddy Mizwar (Nagabonar Jadi 2) Nominasi lainnya: Dwi Sasono (Mengejar Mas-Mas) Fachri Albar (Kala) Ringgo Agus Rahman (Get Married) Tora Sudiro (Nagabonar Jadi 2) Pemenang FFI 2008 Vino G. Bastian (Radit dan Jani) Nominasi

Aktris terbaik Festival Film Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir

Mungkin ada yang sedang ingin mengingat-ingat, siapa sajakah aktris-aktris terbaik Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir ini? Berikut saya kumpulkan dari berbagai sumber, peraih penghargaan Aktris Terbaik dalam sepuluh tahun terakhir dari ajang paling bergengsi, Festival Film Indonesia (FFI). Selamat menyimak. Pemenang FFI 2006 Nirina Zubir ( Heart) Nominasi lainnya: Ayu Ratna (Garasi) Luna Maya (Ruang) Shanty (Berbagi Suami) Titi Kamal (Mendadak Dangdut) Pemenang FFI 2007 Dinna Olivia ( Mengejar Mas-Mas) Nominasi lainnya: Acha Septriasa (Love Is Cinta) Marsha Timothy (Merah Itu Cinta) Nirina Zubir (Kamulah Satu-Satunya) Poppy Sovia (Mengejar Mas-Mas) Pemenang FFI 2008 Fahrani ( Radit dan Jani) Nominasi lainnya: Ayu Laksmi (Under the Tree) Ladya Cheryl (Fiksi) Jenny Chang (May) Pevita Pearce (Lost in Love) Pemenang FFI 2009 Titi Rajo Bintang (Mereka Bilang, Saya Monyet!) Nominasi lainnya: Atiqah Hasiholan (Ruma Maida) Aty Nurhayati Djosa

Earworm: Fenomena pengulangan lagu di dalam kepala

Pernah mengalami bagian catchy sebuah lagu terus berulang di dalam kepala dan sulit untuk dihentikan? Fenomena tersebut dikenal dengan earworm . Istilah earworm berasal dari bahasa Jerman, kata "ohrwurm" , dan tidak memiliki terjemahan langsung dalam bahasa Inggris. Earworm adalah fenomena yang sangat umum. Menurut penelitian seorang peneliti dari University of Cincinnati bernama James Kellaris, 98% orang mengalami earworm . Kellaris memproduksi data statistik yang menunjukkan bahwa lagu-lagu dengan lirik menyebabkan 73,7% dari earworm , sedangkan musik instrumental hanya menyebabkan 7,7%. Earworm biasanya berlangsung sepanjang 15 sampai 30 detik. Mengapa earworm bisa terjadi? Victoria Williamson, seorang music psychologist dari University of Sheffield, mengatakan earworm bisa menjadi bagian dari fenomena yang lebih besar yang disebut   "involuntary memory" , seperti keinginan untuk makan sesuatu setelah ide itu muncul di kepala atau tiba-tiba memikirkan t

Bermain kata dengan limit 110 karakter di #PathDaily

Jadi, pertengahan Juni 2016 lalu, saya ketemu mainan baru di Path, namanya #pathdaily. Fitur baru di Path ini bikin postingan teks bisa jadi kayak quotes ala-ala gitu. Syaratnya, update Path versi 5.3.1 dulu. Kalau caranya sih tinggal tulis status di momen "thought" lalu tambahin hashtag #pathdaily di belakangnya. Setelah itu status akan muncul dengan gambar yang random. Apa yang menarik buat saya dari #pathdaily adalah limit karakter yang hanya 110 karakter saja. Oke, sebelumnya saya harus ngaku dulu, nih. Saya itu punya kecenderungan, kalau misalkan nge-tweet di Twitter pas di 140 karakter, itu entah kenapa bikin saya merasa accomplished gitu. Lol. Nah, di #pathdaily apalagi. Cuma 110 karakter, Bro. Ini lebih bikin saya tertantang lagi untuk bermain kata di sana. Kayak di bawah ini nih, sebagian hasil dari main #pathdaily. Btw, ndak usah sering-sering juga mainnya, karena kalau terlalu murudul ya gitu deh. Key. It's a random post, i gue

Risalah memori

Foto : @lucyanao Dua gelas besar di hadapan saya kini telah terisi penuh teh. Pak Sudi meletakkan kembali poci yang dibuat dari tanah liat itu di atas meja. Sebagai tuan rumah, ia baik sekali meracikkan teh spesial itu untuk saya. Rasa tehnya tawar. Karena Pak Sudi tak membekal gula. Saya bilang, saya memang kurang suka teh manis. Biar sejurus dengan pendapat saya, Pak Sudi tampaknya mati-matian berusaha berfilosofi, “Rasa tawar teh ini memang cocok dinikmati di bawah saung beratap jerami ini, Le. Wanginya serasi dengan bau tanah yang kaupijak.” Kami tertawa seraya menganggukkan kepala. Saya melirik kaki yang tanpa alas ini. Corak berwarna coklat menjadi lukisan abstrak hingga ke bagian betis. “Saya kadang bosan seharian memakai sepatu di kantor, Pak. Enak Bapak, tiap hari bekerja tak perlu pakai alas.” saya menggodanya. Pak Sudi tersenyum mengejek mendengar ucapan saya, “Tunggu sampai tahu rasanya digigit lintah kamu, Le.” Pak Sudi mengambil gelas teh jatahnya. Saya pu

Q&A with Bernard Batubara

Foto : Dok. Pribadi Bernard Batubara Beberapa bulan lalu, saya berkesempatan mewawancarai penulis Bernard Batubara (Bara) melalui email untuk keperluan rubrik profil di sebuah majalah. Namun karena keterbatasan halaman, hasil wawancara tidak bisa seluruhnya dimuat. Karenanya, saya ingin membagi hasil wawancara yang lebih lengkap di sini. Berikut saya pilihkan beberapa pertanyaan yang saya ajukan kepada Bernard Batubara dan jawaban-jawaban lengkap beliau. Selamat mengikuti. Q : Halo! Apa kabar, Bara? A : Alhamdulillah, baik. Tentang menjadi penulis seperti sekarang ini, bisa diceritakan satu momen yang dialami sewaktu kecil sehingga mengantarkan mimpi itu? Novel pertama yang saya baca adalah Harry Potter dan Batu Bertuah, J. K. Rowling, yang saya pinjam dari seorang teman. Novel itu yang bikin saya pengin jadi penulis. Bagaimana cara Bara membagi waktu antara menulis dan keluarga? Adakah waktu ideal bagi Bara untuk menulis? Saya nggak begitu direpotkan dengan persoala

Perempuan bahulaweyan

Ada taman kecil di belakang rumah ibu. Diselimuti oleh rumput hijau dan dihuni oleh beberapa jenis bunga anggrek yang tampak merona setiap kali aku datang untuk memandangi mereka. Ada anggrek bulan yang selalu tersenyum simpul seolah menggodaku untuk mengorek cerita-cerita konyol ibu yang kerap ibu titipkan padanya. Lalu ada anggrek hitam yang berwajah tenteram seolah menyimpan tabungan rasa bahagia tak terkira. Dan masih banyak lagi kawan mereka yang tak kuhapal namanya. Mereka adalah anggrek-anggrek bernasib baik karena rawatan tangan dingin ibu. Aku tak pernah iri pada anggrek-anggrek itu. Meski hubungan ibu dengan anggrek-angreknya sangat romantis, namun aku percaya diri, ibu akan memilih duduk menontoniku menggambar ketimbang memastikan anggrek-anggreknya tak kesepian. Di depan taman kecil itu ada sepasang kursi dan sebuah meja rotan. Setiap kali pulang ke rumah ibu, aku senang menghabiskan waktu duduk-duduk di kursi itu. Kadang sambil menggambar atau mendengarkan musik.

Gerbong tiga

“Gerbong Ekonomi tiga.. Nomor 2D..” Aku memeriksa sekali lagi tiket di tanganku. Lalu kembali menyusuri gerbong kereta malam ini. Aku harus berjalan melewati dua gerbong sebelum akhirnya menemukan kursiku. Gerbong Ekonomi tiga, nomor 2D . Aku mengecek tiketku untuk terakhir kali. Setelah yakin tak salah tempat duduk, aku melemparkan ranselku ke atas kompartemen lalu mengenyakkan tubuh yang entah mengapa terasa berat ini ke kursi. Di depanku, duduk sepasang suami istri dengan anak lelakinya yang masih kecil. Kuperkirakan anak itu berusia 2 tahun. Ia sedang terlelap di pangkuan ibunya. Sepasang suami istri itu menyunggingkan senyum ramah kepadaku yang segera saja kubalas. Aku lantas memasangkan earphone di telingaku sebelum menyadari kursi di sebelahku kosong. Bagus. Aku bisa tenang tertidur di sepanjang perjalanan tanpa terusik obrolan atau tawaran makanan dari teman seperjalanan, dan semacamnya , pikirku. Hingga kereta melaju dan melewati beberapa stasiun, k