Skip to main content

Posts

Showing posts from January, 2013

Jangan ke mana-mana, di hatiku saja

Dua hari setelah aku menemui Rangga dan perempuan itu di loby kantornya. Aku berusaha baik-baik saja. Aku berusaha menjalani hidupku dengan normal. Tak kuhiraukan hatiku yang sedang mengacau. Aku tetap berjalan. Aku percaya sekali, atas keberuntungan yang pasti akan kita temui ketika kita usai berharap. Pagi ini seperti biasa, secangkir kopi yang kusiapkan sendiri di mejaku mengajakku berdiskusi. ' Kamu harus mencari klien baru karena kerjasama yang kau batalkan dengan Rangga? Hhaha.. Urusan hati kadang mengacaukan semua ya. Mengapa kau tak bisa memisahkan urusan hati dengan pekerjaanmu sih? ' ia mencibirku. Aku hanya menatap dalam pada warna cokelat kopiku. Kuracik semua kata-katanya dalam kepalaku. Kali ini ia akan tahu kejutannya. "Permisi.." "Hai, Rangga.. Ayo masuk!" Seperti janjinya kemarin, Rangga datang menemuiku di ruanganku ini. Aku melirik pelan pada cangkir kopiku dengan tatapan kau-tak-usah-berisik-dulu-ya. "Pagi, Zoya.. Aku gak a

Bangunkan aku pukul 7

Hanya kesialan demi kesialan yang aku rasa aku dapat dalam setiap hariku. Setelah kemarin patah hati karena Rangga, kecenganku dari SMU yang aku temui di kantornya ternyata sudah akan melamar seorang wanita, hari ini angkot yang kutumpangi menuju kampusku mogok di tengah jalan. Ya Tuhan! Ingin putus asa saja rasanya. Kenapa sulit sekali keberuntungan menghampiriku? Aku mencari ojek. Apapun keadaannya nanti, aku tetap harus sampai di kampus. Aku berhasil sampai di kampusku, namun pintu kelas sudah tertutup. Kuliah sudah dimulai. Peraturan kampusku, 10 menit mahasiswa terlambat, tak akan diijinkan masuk. Usaha mencari ojekku tadi sia-sia. Kesialan ke-dua. Aku pasrah. Akhirnya aku hanya bisa mengisi waktuku dengan duduk-duduk di taman kampus dengan berbagai pertanyaan bodoh beterbangan di kepalaku. Apakah sebaiknya besok aku tidak usah bangun saja agar aku tidak perlu menghadapi kesialan-kesialan lainnya? Aku memainkan handphone-ku. Melihat-lihat daftar kontak teman-teman yang ku

Menanti lamaran

Pukul 07:07. Aku sudah berada di ruangan kelasku. Tak sabar menghabiskan jam kuliahku, lalu cepat-cepat menuju kantor. Mata kuliah terakhirku berakhir tepat saat matahari sedang terik-teriknya. Kuambil motorku di parkiran lalu meluncur menembus debu-debu di atas jalan aspal yang terpanggang matahari. Akhirnya aku sampai di ruangan atasanku, kuserahkan sebuah amplop berisi proposal pengajuan kerjasama yang sudah kusiapkan semalam. Atasanku setuju dengan ideku. Aku puas. Kau tahu, jatuh cinta membuat kita kadang melakukan hal-hal bodoh. Siang itu, kuantar sendiri proposal pengajuan kerjasama itu ke kantor sebelah. Yup! Kantor Rangga.. Menurut rekannya yang kutanyai, Rangga makan siang di luar. Akupun menunggu di loby. Tiba-tiba seorang perempuan duduk di sebelahku. Mungil, manis dan ramah. Ia tak sungkan bercerita padaku tentang banyak hal. Padahal aku baru ditemuinya. "Mbak, pernah ngerasain gimana rasanya deg-degan menanti lamaran dari seorang pria?" tanyanya tiba-ti

Untuk kamu, apa sih yang enggak boleh?

Meski tak betah lama-lama bersama Rado, tapi aku bertahan. Selain musik yang diputar di cafe ini, cuaca yang kebetulan sedang nyaman membuatku tak beranjak cepat-cepat. Rado datang kembali ke meja setelah tadi pamit untuk ke toilet sekaligus memesan minuman gelas ke-duanya. "Untuk kamu, apa sih yang ngga boleh?" tanggapan Rado ketika sebelum ia pergi tadi aku mintai informasi tentang teman-teman sekelas waktu SMA. Aku menyebutkan satu per satu nama teman sekelas kami. Mulai dari yang tak begitu dekat denganku sampai yang duduk di bangku belakangku. Tentu saja agar rado tak curiga saat aku sampai di satu nama, Rangga. Yup! Dia satu-satunya teman sekelas sewaktu kami SMA dulu yang ingin kutahu kabarnya. Rangga, teman sekelas SMA-ku yang berotak encer dengan sikapanya yang cuek dan rambut dekil mampu mencuri rasa penasaranku. "Dia kuliah sambil kerja juga sama kayak lo, Zoya.. kantornya yang deket kantor lu juga itu loh.." kata Rado tanpa curiga, "Ah, ka

Cintaku mentok di kamu

Rado. Tak begitu menarik perhatianku di SMA dulu. Aku bahkan tak pernah ngeh ada anak bernama Rado di sekolahku dulu. Ketika aku sudah di bangku kuliah, ia muncul tiba-tiba melalui pesan masuk di Facebook. Aku memberikan nomor handphoneku, karena kupikir kami satu almamater. Siapa tahu berguna untuk informasi seputar reuni angkatan kami atau apapun. Dia mulai sms pertamanya, lalu semakin sering. Dan semenjak ia mengaku bahwa ia menaruh perhatiannya padaku sejak kelas 1 SMA, justru smsnya tak pernah kubalas. Kemarin sengaja kubalas, karena aku tiba-tiba teringat sesuatu dan ingin bertemu dengannya. Dan akhirya kami duduk di sebuah cafe di Kota Surabaya ini. Tak kusangka ia memanfaatkan sekali kesempatan bertemu denganku ini. Ia menyatakan cintanya padaku. "Cintaku mentok di kamu, Zoy.." katanya. Aku tak menyalahkannya untuk ketertarikan dia padaku. Begitupun dia seharusnya, tak bisa memaksaku untuk berbalik suka padanya. Satu jam kami lewati cukup untukku tahu aku tak

Bales kangenku, dong!

"Bangun, Zoya! Sudah siang.. cepet mandi!!" suara Ibu yang berteriak dari luar kamar membangunkan aku dari ridurku. Dan dari semua mimpiku yang begitu aneh. Ya ampun! Aku melihat jam wakerku yang kuletakkan di meja, ia diam, tak berbicara ataupun mendengkur. Lalu kulirik diary hitamku. Ia pun diam. Tak mungkin ia mengerti semua yang kutulis disana, apalagi sampai jatuh cinta. Dan sosok Mario dalam mimpiku. Ya ampun! Mengapa aku berkata jatuh cinta padanya? Mengapa aku ragu akan imanku, dan menyalahkannya? Aku diam selama beberapa menit. Mengosongkan fikiranku. Mungkin jam waker itu hidup dalam mimpiku dan menjadi sosok menyebalkan karena aku sulit sekali berdisiplin dengan waktu. Aku terlalu banyak bermain-main dengan waktu. Dan diary itu, mengapa ia hidup dalam mimpiku dan berkata ia mengerti semuanya tentangku? Apakah selama ini dalam kehidupan nyataku aku tak punya seseorang yang mengerti aku? Aku menghitung orang-orang di sekelilingku. Nyata sudah. Banyak. Namun

Sambungan hati jarak jauh

Sore yang santai. Zoya menonton tivi di ruang tamu. Aku, diary hitam kesayangannya, ia tinggalkan di kamar dalam keadaan terbuka. Angin sore menelisik halaman-halamanku, membuatku bergidik. Mario yang kukira hantu paling jelek yang pernah kutemui, mengambil posisi duduk di atas lemari Zoya. "Bercanda tentang keyakinan itu tidak baik, Mario" kataku membuka obrolan, "dan aku tak pernah bercerita pada  Jono tentang ceritamu, mungkin saja ia menguping ketika kau bercerita padaku. Jangan salahkan aku!" "Aku tidak membual. Ak...Zoya datang!" "Diam di tempat, Mario! Jangan coba kabur lagi!" "Tidak bisa, aku harus pergi." "Tapi kenapa?!" Mario nampak menarik nafas panjang, "Didi, aku bukan hantu seperti yang sering kau sebut! Aku adalah 'pengaruh negatif'. Aku memang tidak pernah bisa muncul selama ini. Makanya waktu itu kamu kaget kan, waktu melihatku untuk pertama kalinya? Namun pada malam tahu baru itu, Zo

Cuti sakit hati

"DIDI!! DIDI!! BANGUN!!" Mario tengil itu tiba-tiba saja ada di hadapanku. Dasar hantu. Ini kan pagi-pagi. Di kampus pula. "Kamu kenapa muncul hanya kalau Zoya lagi ga ada sih?" Saat itu, Zoya sedang duduk-duduk di taman kampusnya. Ia meninggalkan aku bersama buku-bukunya yang lain sebentar, untuk membeli minuman di kantin. Muncullah si tengil Mario sambil bergelantung di atas pohon dekat bangku yang sedang ditempati Zoya. "Ah sudahlah! Kamu tak usah ingin tahu apapun tentang aku. Aku datang sekarang, hanya untuk ngasih tahu kamu. Omonganku tempo hari ga usah kamu fikirkan ya." kata Mario berharap. "Aku sudah tahu itu bualanmu saja." aku mendengus kesal. "Terserah sih, Di.. Pokoknya aku mau kamu lupakan. Oke?" "Enak saja. Gak bisa gitu.." "Aku mau cuti menghantuimu. Cuti sakit hati." "Memangnya aku sudah menyakiti hati kamu?" "Ya! Kamu sudah melanggar kepercayaanku. Kemarin aku mengunju

Orang ketiga pertama

GROOKKK!!! GROOKK!! Astaga..! Kenapa waker tua ini begitu mengerikan sih suara dengkurannya. “JONO! Ssttt!! Aku tak bisa tidur ini.. bisa tidak berisik gak sih?” kataku kesal. Jono, si waker tua bersuara cempreng itu, membuka matanya sedikit. “Ada apa sih, Didi, diary hitam tua berdebu! Ini jam dua dini hari, kurang lima menit. Sudah! Aku mau melanjutkan tidurku.” “Dasar waker tua cempreng dan pemalas. Malah mengataiku berdebu. Aku tak bertanya sekarang jam berapa! Aku mau kamu tidak berisik, tahu!?” Sia-sia rasanya aku protes. Jono tak menggubrisku. Ia malah melanjutkan dengkurannya. Semakin keras. Aku memperhatikan Zoya. Ia memeluk guling. tampak terlelap sekali dalam tidurnya. Sepertinya ia terlalu capek bertahunbaruan bersama teman-temannya kemarin. Zoya itu gadis yang bersemangat. Hidupnya diisi dengan hal-hal menarik. Aku tak pernah bosan bertahun-tahun mendengar ceritanya. Meski aku tak bisa menanggapi langsung apa yang ia tulis dalam lembaran-lembaranku, n

Pukul dua dini hari

“Didi.. Kemarin aku tahun-baru-an di daerah pegunungan.. Aku menyewa vila sama teman-temanku.. Seru sih, Di.. Cuma ada kejadian aneh setelahnya.. Beberapa temanku kemasukan jin.. Tapi aku tidak.. Ah, Didi.. Kamu tahu kan aku tak pernah bisa percaya hal-hal seperti itu.. Bahkan setelah kejadian kemasukan itu teman-temanku sendiri yang alami dan aku lihat dengan mata kepalaku sendiri.. Hmm.. Sepertinya aku harus mengalami sendiri ya, Di.. hihi.. Ah sudah lah.. Pokoknya aku tetap Zoya yang realistis, Di..” PELETAK!!! Tiba-tiba pulpen hitam yang dipegang Zoya mendarat tepat di jidatku. “Aku pipis dulu, Di!” Zoya berteriak sambil berlari ke kamar mandi. “Zoya.. kelakuanmu..” aku mendengus kesal. “Hahahhaha! Didi.. Didi.. Kamu itu hanya diary hitam tua, benda mati, tak mungkin Zoya bisa membalas perasaanmu.. Jangan mengkhayal!” Si waker tua terkekeh puas di sebelahku. Suaranya mengganggu sekali. Pantas saja ia tak pernah disukai Zoya. Rasakan. Aku tak mempedulikan

Kenalan, yuk!

Hari terakhir di tahun 2012. Banyak orang di luar sana membuat macam-macam rencana untuk melewatkannya. Hanya aku yang selalu memiliki rencana yang sama setiap malam tahun baru. Menunggunya, membuka telingaku lebar-lebar untuk setiap ceritanya, menatapnya sesekali untuk meyakinkannya bahwa aku menyimak sepenuhnya. Jika ia berhenti, aku memperhatikan mimiknya yang menggemaskan ketika mengingat-ingat apa yang telah ia kerjakan sepanjang tahun. Evaluasi. Itu yang selalu ia lakukan bersamaku di setiap malam pergantian tahun baru. Tapi rasanya malam pergantian tahun baru kali ini akan berbeda. Ia tak akan di sini bersamaku. Aku memperhatikannya berkemas sore ini. Aku lega tak banyak baju yang ia bawa. Sepertinya ia hanya akan pergi sebentar saja. Aku menebak-nebak apa yang akan dilakukannya ya? Hendak pergi kemana dia? Akan diajakkah aku? Aku percaya padanya, namun tetap saja aku khawatir. Ternyata aku tak diajak. Ketika hendak pergi, ia hanya melirikku sekilas. Tampaknya ia sedang

Pertanyaan

Detik yang kuisi dengan sekedar mengkhayalkan tertidur di atas awan melamunkan rintik cahaya mentari yang belum henti mendengar celoteh riang jalak yang berbagi jerami merasakan paru sang daun yang basah dibanjiri oksigen memilah warna kelopak bunga yang sedang tertawa membalas ciuman angin yang dingin mengusap pipi Detik yang kuisi dengan sekedar berdiri menghirup pagi meredakan jengahku akan hari-hari kemarin dan memaksa lidah yang terbata melafalkan syukur Akankah Kau tanya semua? Aku hanya bergumam lirih dengan gemelutuk gigi ini Saat Kau tak tega membuka kata tentang segala Engkau Yang Maha Tahu.. Tolong simpankan jawabanku untuk kuketahui nanti.. Senin, 7 Jan 13, 08.15