Hari terakhir di tahun 2012. Banyak orang di luar sana membuat
macam-macam rencana untuk melewatkannya. Hanya aku yang selalu memiliki rencana
yang sama setiap malam tahun baru. Menunggunya, membuka telingaku lebar-lebar
untuk setiap ceritanya, menatapnya sesekali untuk meyakinkannya bahwa aku
menyimak sepenuhnya. Jika ia berhenti, aku memperhatikan mimiknya yang
menggemaskan ketika mengingat-ingat apa yang telah ia kerjakan sepanjang tahun.
Evaluasi. Itu yang selalu ia lakukan bersamaku di setiap malam pergantian tahun
baru.
Tapi rasanya malam pergantian tahun baru kali ini akan berbeda.
Ia tak akan di sini bersamaku. Aku memperhatikannya berkemas sore ini. Aku lega
tak banyak baju yang ia bawa. Sepertinya ia hanya akan pergi sebentar saja. Aku
menebak-nebak apa yang akan dilakukannya ya? Hendak pergi kemana dia? Akan
diajakkah aku? Aku percaya padanya, namun tetap saja aku khawatir.
Ternyata aku tak diajak. Ketika hendak pergi, ia hanya melirikku
sekilas. Tampaknya ia sedang tak perlu aku. Aku kecewa. Karena hampir tidak
pernah ia meninggalkan rumah tanpaku. Namun aku tetap berdoa, semoga ia
baik-baik saja sampai nanti ia kembali.
Akulah yang selalu pertama kali ia cari jika ia ingin berbagi.
Akhir-akhir ini ia agak jarang bercerita. Aku perhatikan, temannya tambah banyak
saja. Ia kini lebih sering mengabaikanku dan berlama-lama menghabiskan waktunya
bersama teman-temannya. Kegiatan ini lah itu lah. Aku menebak, hanya sedikit
dari kegiatan yang ia lakukan dan ia ceritakan padaku. Begitupun dengan perasaan-perasaannya.
Ia tak seterbuka dulu. Ia kini lebih senang berada di depan ponselnya. Ia bisa
dengan mudah memilih salah satu dari temannya untuk ia curhati. Aku merasa,
sekarang ia pilih-pilih mana yang akan ia ceritakan padaku. Dan aku pun merasa,
itu pasti hanya sekedar agar aku tak terlalu merasa ia abaikan. Apakah ia tak
perlu aku lagi? Oh! Mungkinkah aku berlebihan? Mungkinkah aku cemburu?
…
Detik-detik semenjak ia pergi sore tadi aku lewatkan dalam
diam. Tak ada yang bisa kuperhatikan selain warna senja yang ingin sekali suatu
saat nanti kulukis untuknya. Lalu bulan yang beranjak naik ke langit secara
perlahan. Binarnya persis matanya ketika ia sedang bercerita. Ah, Zoya, aku
rindu kamu! Tampaknya aku sudah jatuh cinta padamu. Tapi sudahlah, aku pun tak
bisa memikirkan cara bagaimana agar kau bisa tahu.
Jarum jam sudah melewati angka 12. Yay! Happy new year! Dimana
Zoya ya? Sedang bersama siapa dia? Apa yang sedang dilakukannya? Ah, aku
sungguh ingin bersamanya malam ini. Aku ingin mengucapkan selamat tahun baru
padanya.
…
Mataku silau. Sinar matahari pagi menusuk-nusuk mataku. Jendela
kamar ini memang terbuka semenjak Zoya pergi . Dan rupanya semalam aku
ketiduran setelah menikmati kembang api. Aku melirik ke sebelahku. Si waker
berisik yang tahan banting meski setiap pagi pasti kena lemparan bantal Zoya. Haha.
Dia menyeringai aneh padaku. Sepertinya ia senang pagi ini tak perlu
berteriak-teriak parau membangunkan Zoya. Dengan malas ia melanjutkan tidurnya.
…
Sudah jam 2 siang, dan Zoya belum pulang.
Braakk!! Bruukk!!
Suara pintu dibuka tiba-tiba disusul suara tas yang dilempar
ke lantai sekaligus membuatku kaget. Astaga Zoya. Aku fikir, tahun baru kelakuannya
akan berubah. Namun ternyata dia tetap Zoya yang gerasak-gerusuk. Haha. Aku senang
dia sudah pulang. Ah, Zoya dari mana saja kamu? Bagaimana perayaan malam tahun
barumu? Ayo sini cerita!
Mukanya datar. Seperti biasa. Aku tak bisa menebak apa yang
sedang dirasakan atau difikirkannya sampai ia bercerita padaku. Ia menghampiri
meja tulisnya. Lalu mulai meraihku, sebuah diary bersampul kulit hitam mengkilat
yang Zoya beli di toko buku kesayangannya beberapa tahun lalu. Ia membuka
halaman terakhirku yang kosong dan mulai menumpahkan semua yang ia alami
padaku. Zoya, apa kamu tidak mau istirahat dulu? Ah, sudahlah aku pun sedang tak
sabar mendengar cerita-tahun-baru-an-nya. Ayo Zoya, ceritakan semuanya!
“Kenalan, yuk!”
Astaga! Sesosok makhluk yang tak kukenal tiba-tiba muncul
dari balik bahu Zoya. Hampir saja aku mati kaget. Eh, aku kan memang benda mati
yah? Ah, sudahlah. Aku berteriak-teriak memberitahu Zoya, namun sia-sia. Ia tidak
bisa mendengarku. Zoya pun nampaknya tak terganggu oleh kehadiran makhluk itu
di kamar ini. Atau mungkin tak peduli? Ah, aku tak bisa berfikir. Sosok itu pria
kurus dengan rambut tak rapi, lngkaran matanya hitam, kulitnya pucat. Sekarang ia
sedang tertawa-tawa melihatku yang kaget bercampur bingung. Siapa dia? Dari mana
dia datang?
…
*diniatkan untuk bersambung di 12 judul flash fiction yang
tersisa. ;)
Comments
cmiiw: salah satu '-nya' harus dijelaskan, mungkin si bulan.
keseluruhan:
ada bagian inti yang harusnya tidak datar. bagian akhir yang menyiratkan pernyataan bersambung pun tidak membuat ketertarikan pada kesan pertama untuk menunggu cerita selanjutnya. agak datar yah.
Siap.. Makasih ya Kak tiga garis bawah El atas ulasannya.. aku tunggu di judul yang lain :D