Skip to main content

Bandung, kota yang asik untuk jatuh cinta

Saat mengetahui tentang proyek baru dari @poscinta ini, saya langsung tertarik. Karena apa? Tentu karena akan sangat seru rasanya menulis seputar Bandung saat kota tempat tinggal saya sejak lahir ini bersiap menyambut ulang tahunnya yang ke 205 pada 25 September 2015 nanti. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bandung menjanjikan akan ada banyak keseruan dalam rangka menyambut HUT Bandung ke 205 nanti, diantaranya Festival Fashion, Festival Kuliner, Festival Kebudayaan dan Light Festival.

Jadi mengapa kita tidak ikut bersenang-senang mulai dari sekarang?

Untuk entri pertama, saya harus menulis dengan tema "Ikon Kota". Wah. Sebagai kota yang besar, rasanya tidak sulit untuk menemukan ikon kota Bandung ini. Hampir segala yang saya lihat di penjuru kota ini bisa menjadi ikon karena kekhasan dan cerita di baliknya. Sudah banyak pula buku yang membahas Kota Bandung, salah satunya buku 200 Ikon Kota Bandung ini.


Jadi yang sulit sekarang adalah, menentukan ikon mana yang akan saya pilih untuk diceritakan di sini. Maka saya putuskan, bahwa tulisan di bawah jembatan di Jalan Asia Afrika adalah yang paling menarik bagi saya. Jembatan ini sudah ada sejak lama. Namun dalam rangka menyambut peringatan  60 Tahun Konferensi Asia Afrika bulan April 2015 lalu, jembatan ini turut mengalami polesan cantik.

Bunyi tulisannya sendiri, seperti yang kamu lihat dalam foto ini.

Sumber : nyonyakotaro.com

Sumber : anindhito.tumblr.com
  
Siapa M.A.W Brouwer dan siapa pula Pidi Baiq? Mengapa saya memilih jembatan di dekat pusat kota dengan tulisan di bawahnya itu sebagai ikon Bandung favorit?

Jika ikon bukan hanya tentang bangunan, maka dua tokoh yang dikutip kata-katanya dalam foto di atas, juga adalah ikon kebanggan Kota Bandung ini.

M.A.W. Brower adalah seorang seorang fenomenolog, psikolog, budayawan yang sangat dikenal karena kolom-kolomnya yang tajam, sarkastik dan humoris di berbagai media masa di Indonesia terutama pada era tahun 70an sampai 80an. Brouwer menghabiskan hampir seluruh hidupnya di Indonesia dan harus kembali ke negeri Belanda dan kemudian meninggal di sana oleh karena permohonannya untuk menjadi Warga Negara Indonesia tidak dikabulkan (sumber : wikipedia.org). Sementara Pidi Baiq adalah seorang seniman serbabisa. Banyak hal yang dilakukannya. Selain sebagai seorang musisi dan pencipta lagu, ia juga seorang penulis, ilustrator, pengajar dan komikus. Dalam bukunya yang berjudul Dilan, ia menceritakan kisah seorang pemuda berseragam SMA dengan latar kisah Bandung pada tahun 90-an.

Dan kata-kata mereka yang indah ini..

"Bumi Pasundan lahir ketika Tuhan sedang tersenyum". - M.A.W Brouwer.

"Dan Bandung bagiku bukan cuma masalah geografis, lebih jauh dari itu melibatkan perasaan, yang bersamaku ketika sunyi." - Pidi Baiq

Dua kalimat indah itu telah mewakili pemikiran dan perasaan banyak warga Bandung, termasuk saya. Jika waktu memutar balik jalannya, dan membawa ingatan pada hal-hal yang telah lalu, suasana Bandung mampu membuat saya mengingat dengan perasaan yang hangat.

Bandung bukan lagi sebuah nama kota. Tapi ia adalah rasa. Rasa yang mengundang seulas senyum siapapun yang mengingatnya.

Tidak percaya? Coba simak lirik lagu "Tidak Seindah" yang ditulis oleh Pandji Pragiwaksono di album "Merdesa" berikut.

Berjalan bersama, berdampingan sambil bertukar kata
Sore hari selalu terasa indah, ditambah rimbunnya pohon dan angin yang ada
Daun kering berwarna merah berguguran, tersapu oleh setiap langkah langkah kita
Cipaganti memang indah untuk jalan bersama, tidak pernah terasa panjangnya perjalanan kita
Di saat berdua, kita hanya butuh tempat untuk bersama
Dari sarapan di Teko teduh dari hujan sampai perjalanan jauh ke Warung Lela
Atau kalau malas, kita bisa bersantai saja
Maraton nonton DVD nyaman di kostan
Malam-malam kita keluar kelayapan, kalau perut lapar tinggal mampir ke Ceu Mar

Could you remember all that good times
When we spend special times
Flowers bloom youre so beauty
Makes my life feel so happy
Masa-masa bahagia, tak kan terulang lagi
Tak seindah dulu di saat kita di sana

Kalau siang lalu-lintas berantakan, salah belok 'dikit terpaksa jauh memutar
Tapi kala malam tiba jauh berbeda, Bandung kota yang terindah yang pernah ada
Jelajahi kota dengan lagu Frank Sinatra, mobil adalah tempat kencan favorit kita
Kagumi bangunan art deco luar biasa, di dunia Bandung kolektor terbanyak ke-2
Berbicara seni, Bandung kota penuh apresiasi
Di Selasar Sunaryo kita ngopi-ngopi, nikmati karya seni walau hanya sesekali
Orang Bandung senang untuk berekspresi, bayangkan kalau jatuh cinta di kota ini
Seindahnya orang-orang yang jatuh cinta, tidak seindah jatuh cinta di Paris Van Java

Jadi, bagaimana? Sudah siap jatuh cinta di Bandung? ;)

Comments

. said…
Aku mah udah pernah jatuh cinta di Bandung, pernah juga patah hati di Bandung, udah lengkap lah... :))
yang penting mah pas sekarang diinget2, ngingetnya sambil senyum :))

Popular posts from this blog

Hade goreng ku basa

Kaget, miris, sedih. Tiga kata ini menggambarkan perasaan saya setiap kali dihadapkan langsung pada realita sikap sebagian masyarakat kita yang pengguna teknologi canggih, namun masih mengabaikan etika dan kesopansantunan dalam bertutur. Berkaitan erat dengan penggunaan bahasa, ada sebuah pepatah Sunda berbunyi: “Hade goreng ku basa”. Pepatah ini mengandung arti bahwa baik atau buruknya sesuatu tergantung bagaimana bahasa dan cara kita menuturkannya. Dalam kehidupan sehari-hari, terlebih di ranah publik dan ranah formal, penggunaan bahasa yang baik dan benar (tak hanya dari segi gramatika, tetapi juga konteks sosialnya) amat sangat penting. Beberapa yang belakangan ini sedang sering saya temui adalah: 1. Pencari kerja yang meninggalkan komentar/pertanyaan tanpa memperhatikan tata krama pada postingan iklan lowongan kerja di media sosial. 2. Pelamar kerja/pencari peluang bisnis atau kerja sama yang mengirimkan e-mail tanpa memperhatikan etika berkirim surat. Mungkin terdengar berl

Menerjemahkan Karam Sarasvati

Di antara banyak isi kepala, saya suka deh terbengong - bengong berpikir betapa sebuah lagu bisa bertransformasi menjadi banyak bentuk karya lainnya. Ya prosa yang lebih panjang aka cerpen, ya novel, lalu jadi video klip atau bahkan film. Lagu berubah wujud jadi koreografi. Lagu jadi tema foto. Lagu jadi lukisan pasir. Lagu jadi soundtrack pribadi. Oh ini sih saya. Lagu diinterpretasikan menjadi posting instagram? Itu sih kerjaan teman saya. Tapi memang menarik sih. Beberapa waktu lalu juga ada satu band yang membuat lomba foto semacam ini. Jadi kita mendengarkan lagu - lagu mereka, lalu kita posting foto yang menurut kita menginterpretasikan lagu - lagu band tersebut. Dan memang, kalau kita mencipta sesuatu, sudah jelas interpretasi orang terhadap apa yang kita buat tidak akan sama dengan apa yang kita pikirkan saat kita mencipta karya tersebut. Makin banyak interpretasi, makin 'kaya' karyanya. Dan satu hal, tidak ada salah atau benar yang 'pakem' d

1000 paper stars and one wish

Masih ingat dengan karakter Kugy di novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari? Atau tonton filmnya deh. Di sana ada adegan Kugy senang membuat dan menempel origami burung bangau. Nah, hari kemarin saya buka puasa bersama dengan teman-teman, dan ternyata saya baru menemukan hobi mereka membuat origami. Tapi mereka gak bikin origami bangau seperti Kugy, melainkan origami bintang. Sambil ngobrol ngaler ngidul, tangan kita asik membuat origami bintang dari paper stars yang sudah banyak dijual di toko aksesoris. Kita tinggal melipat.. melipat lagi.. dan voila! Jadilah bintang-bintang lucu seperti ini! :D Origami adalah seni melipat kertas dari Jepang. Dan untuk origami bangau dan bintang ini ada mitosnya. Menurut mereka, kalau kamu bikin 1000 bangau atau bintang, kamu bisa make a wish. Namanya juga mitos, bisa jadi benar-benar kejadian bisa juga mitos ini dipatahkan kapan saja. Tergantung kamu mau percaya atau tidak. Kalau salah satu teman saya yang kemarin hadi