Skip to main content

Posts

Showing posts from January, 2016

Arunika

Ratusan lampion merah berjejer menggantung, menghiasi beberapa jalan di Kota Medan. Kue–kue khas Imlek juga mulai memenuhi rak pajangan toko-toko dan mal di kota ini. Pergantian Tahun Baru Imlek akan tiba dalam hitungan hari. Sigit semakin giat berlatih memainkan barongsai bersama teman-temannya demi menampilkan atraksi terbaik di area Vihara Maitreya pada hari H nanti. Belakangan ini Sigit merasa semangatnya bertambah berkali–kali lipat. Perasaanya seperti selalu ingin tertawa. Sigit sedang jatuh cinta. Ia tahu, perempuan itu penyebabnya. Seminggu yang lalu, usai latihan, Sigit melihatya sedang bersembahyang di Vihara Maitreya. Perempuan berambut hitam panjang itu membakar ujung tiga buah lidi dan menggenggam lidi yang sudah terbakar itu di depan dadanya. Wajah tulus perempuan itu ketika ia berdoa membuat hati Sigit diselimuti rasa hangat. Sigit memerhatikan perempuan itu dari balik pintu. Ia tidak ingin membuat perempuan itu merasa terganggu, walau sebetulnya ia sungguh ing

Remedy dan secangkir teh hangat di hati

Langit di atas puncak Pananjakan ini masih gelap. Aku sampai ketika ratusan orang sudah berada di sini entah sejak kapan. Mereka tampak sibuk bergerak, mencari tempat terbaik untuk melihat wajah matahari yang akan terbangun tak lama lagi. Pastinya, wajah matahari yang lugu, ramah, hangat, yang selalu kita nanti setiap pagi. Yang juga akan mengurangi dingin yang saat ini begitu melekat di tubuhku meski sudah kupakaikan baju hangat. Aku memlih tempat berdiri di antara mereka, melipat tangan berbalut sarung berwarna biru, memeluk tubuhku sendiri. Orang-orang di sekelilingku masih bergerak tak sabar. Mengeluarkan suara-suara yang terdengar antusias namun tercekat karena udara dingin. Aku menanti matahari terbit sambil mengingat rinduku pada seseorang yang pernah menjadi matahari dalam hidupku. Aku mengerjap kuat saat menyadari, sejak matahariku pergi, betapa lama sudah kubiarkan waktu melesat tanpa pernah satu jeda pun kuminta ia melambat. Orang-orang di depan, di samping, da

The Alpha Girl's Guide: Buku ketiga dari Henry Manampiring

The Alpha Girl's Guide Penulis: Henry Manampiring Jumlah Halaman: 254 halaman Tahun Terbit: 2015 Penerbit: Gagasmedia Harga: Rp. 65.000 Rating Saya: 4/5 Blurb: Alpha Female adalah para perempuan yang menginspirasi, memimpin, menggerakkan orang sekitarnya, dan membawa perubahan. Mereka cerdas, percaya diri, dan independen. Bagaimana remaja dan perempuan muda bisa mengembangkan diri menjadi mereka? The Alpha Girl’s Guide akan membahas tip-tipnya, seperti:  Mana yang lebih penting, nilai atau pengalaman berorganisasi? Apakah teman kamu teman sejati atau teman yang menghambat?  Bagaimana mengetahui cowok parasit dan manipulatif? Bagaimana bersikap saat diselingkuhi dan patah hati? Apakah kamu akan menikah untuk alasan yang tepat? Apa yang penting dilakukan saat memulai bekerja?  Buku ini adalah hasil pengamatan, riset artikel, wawancara langsung, dan diskusi dengan banyak perempuan di media sosial Ask.fm. Ditulis dengan ringan, penuh ilustrasi kocak, tetapi tet

Tentang semesta yang tak jera memberi pertanda

“Kamu percaya kebetulan? Aku tidak. Aku menganggap semua yang terjadi padaku atau semua yang kulihat dan kualami adalah tanda atau isyarat dari semesta. Tapi ironis. Aku seringkali gagal untuk mengetahui maksud dari semesta itu hingga akhirnya aku terlalu malas untuk mencari jawaban dari setiap kejadian yang kuanggap tanda dan memilih melaju dengan lakuku. Beruntung, tanda tak jera menuntunku.” Saya menuliskan kalimat-kalimat di atas kira-kira dua tahun yang lalu. Dan sampai saat ini, keyakinan saya tentang pertanda belum berubah. __ Saya jarang merancang acara untuk merayakan malam pergantian tahun baru. Karena saya tidak terlalu suka petasan dan suara berisik terompet. Membakar kembang api dan makan jagung bakar cukup oke lah. Lebih aman lagi, hanya menonton tv atau menyepi di kamar sampai tertidur. Seperti itu saja. Saya tidak menganggap ada sesuatu yang istimewa dalam malam pergantian tahun baru sehingga harus dirayakan dengan euforia berlebihan, sama saja seperti

Serendipiti

Aku duduk di karpet studio, tak sabar mengawasi Dito yang tengah asik mengamati foto-foto dalam kamera digitalku. Entah kenapa aku cemas dia akan menemukan sesuatu, lalu tiba-tiba berteriak mencela. Oh, tentu saja. Berkomentar seenaknya merupakan kelihaian Dito sejak lama. Karena itu, aku tidak pernah mau memercayakan barang-barang pribadiku berada di tangannya. Dito menyeringai puas saat melihat foto dirinya beraksi. Wajahnya terlihat sangat menyebalkan. Kemudian ekspresinya berubah saat gambar Iga dia temukan. Seringai menyebalkan itu semakin melebar. Dan, ini dia! Seringai lebar itu kini dibarengi ejekan, "Si Kacung Berdasi ini gaya bener! Hahaha.." Komentar itu keluar dari mulutnya karena Iga, di sesi latihan kali ini, telat hadir. Ia harus menyelesaikan pekerjaan kantornya terlebih dulu sebelum meluncur ke studio. Yang diejek, berada di ruangan yang sama, hanya memonyongkan bibir sebagai tanda tidak suka. Kupikir, Iga sudah malas menanggapi mulut menyebalkan Di