Hanya kesialan demi kesialan yang aku rasa aku dapat dalam setiap hariku. Setelah kemarin patah hati karena Rangga, kecenganku dari SMU yang aku temui di kantornya ternyata sudah akan melamar seorang wanita, hari ini angkot yang kutumpangi menuju kampusku mogok di tengah jalan. Ya Tuhan! Ingin putus asa saja rasanya. Kenapa sulit sekali keberuntungan menghampiriku?
Aku mencari ojek. Apapun keadaannya nanti, aku tetap harus sampai di kampus.
Aku berhasil sampai di kampusku, namun pintu kelas sudah tertutup. Kuliah sudah dimulai. Peraturan kampusku, 10 menit mahasiswa terlambat, tak akan diijinkan masuk. Usaha mencari ojekku tadi sia-sia. Kesialan ke-dua.
Aku pasrah. Akhirnya aku hanya bisa mengisi waktuku dengan duduk-duduk di taman kampus dengan berbagai pertanyaan bodoh beterbangan di kepalaku. Apakah sebaiknya besok aku tidak usah bangun saja agar aku tidak perlu menghadapi kesialan-kesialan lainnya?
Aku memainkan handphone-ku. Melihat-lihat daftar kontak teman-teman yang kususun di sana. Iseng, kukirim pesan pada salah satu temanku.
"Aku mau tahu.. Apa yang bikin kamu ngerasa harus bangun, setiap pagi?"
Ia membalas.
"Karena banyak mimpi yang terlalu berharga buat gak diwujudkan, karena masih mau banggain dan bahagia-in orang tua."
Semangatku tertampar dengan jawaban sahabatku itu. Ah, selalu suka mengelilingi diri dengan sahabat-sahabat yang bersemangat sepertinya.
Aku bertanya lagi, "Mengapa harus bangun jika kesialan-kesialan yang selalu aku hadepin?"
"Kamu gak ngerasa kalo menikmati cangkir kopi pagimu adalah sebuah keberuntungan?" balasnya.
Lagi-lagi aku tertampar. Oke aku kadang terlalu sibuk mengurus kesialanku, sampai-sampai lupa untuk merayakan hal-hal kecil seperti meminum kopi di pagi hari.
Bangunkan aku selalu, Tuhan. Bangunkan aku setiap pagi, setiap kali aku meminum kopi pada pukul 7. Bangunkan aku dari rasa tak bersyukur ini.
Aku mencari ojek. Apapun keadaannya nanti, aku tetap harus sampai di kampus.
Aku berhasil sampai di kampusku, namun pintu kelas sudah tertutup. Kuliah sudah dimulai. Peraturan kampusku, 10 menit mahasiswa terlambat, tak akan diijinkan masuk. Usaha mencari ojekku tadi sia-sia. Kesialan ke-dua.
Aku pasrah. Akhirnya aku hanya bisa mengisi waktuku dengan duduk-duduk di taman kampus dengan berbagai pertanyaan bodoh beterbangan di kepalaku. Apakah sebaiknya besok aku tidak usah bangun saja agar aku tidak perlu menghadapi kesialan-kesialan lainnya?
Aku memainkan handphone-ku. Melihat-lihat daftar kontak teman-teman yang kususun di sana. Iseng, kukirim pesan pada salah satu temanku.
"Aku mau tahu.. Apa yang bikin kamu ngerasa harus bangun, setiap pagi?"
Ia membalas.
"Karena banyak mimpi yang terlalu berharga buat gak diwujudkan, karena masih mau banggain dan bahagia-in orang tua."
Semangatku tertampar dengan jawaban sahabatku itu. Ah, selalu suka mengelilingi diri dengan sahabat-sahabat yang bersemangat sepertinya.
Aku bertanya lagi, "Mengapa harus bangun jika kesialan-kesialan yang selalu aku hadepin?"
"Kamu gak ngerasa kalo menikmati cangkir kopi pagimu adalah sebuah keberuntungan?" balasnya.
Lagi-lagi aku tertampar. Oke aku kadang terlalu sibuk mengurus kesialanku, sampai-sampai lupa untuk merayakan hal-hal kecil seperti meminum kopi di pagi hari.
Bangunkan aku selalu, Tuhan. Bangunkan aku setiap pagi, setiap kali aku meminum kopi pada pukul 7. Bangunkan aku dari rasa tak bersyukur ini.
Comments