Dua hari setelah aku menemui Rangga dan perempuan itu di loby kantornya. Aku berusaha baik-baik saja. Aku berusaha menjalani hidupku dengan normal. Tak kuhiraukan hatiku yang sedang mengacau. Aku tetap berjalan. Aku percaya sekali, atas keberuntungan yang pasti akan kita temui ketika kita usai berharap.
Pagi ini seperti biasa, secangkir kopi yang kusiapkan sendiri di mejaku mengajakku berdiskusi. 'Kamu harus mencari klien baru karena kerjasama yang kau batalkan dengan Rangga? Hhaha.. Urusan hati kadang mengacaukan semua ya. Mengapa kau tak bisa memisahkan urusan hati dengan pekerjaanmu sih?' ia mencibirku. Aku hanya menatap dalam pada warna cokelat kopiku. Kuracik semua kata-katanya dalam kepalaku. Kali ini ia akan tahu kejutannya.
"Permisi.."
"Hai, Rangga.. Ayo masuk!"
Seperti janjinya kemarin, Rangga datang menemuiku di ruanganku ini. Aku melirik pelan pada cangkir kopiku dengan tatapan kau-tak-usah-berisik-dulu-ya.
"Pagi, Zoya.. Aku gak akan membicarakan kerjasama kita sekarang. Aku datang hanya untuk bilang, nanti siang kita makan siang bareng di depan yah.."
"Oke, Rangga." aku melanjutkan dalam hatiku, 'dan tak usah kau tambah bicaramu dengan senyum kamu itu. Hatiku tambah kacau, tahu!'
Aku rasa bagus jika Rangga cepat-cepat keluar dari ruanganku saat ini. Tapi yang ia lakukan sekarang, ia tetap berdiri di depanku, matanya menangkap basah kekacauanku di dalam. "Aku tahu aku ada di sana semenjak SMU.." ia menunjuk hatiku dengan matanya.
"Kamu juga ada di sini dari dulu.." ia menunjuk dadanya, "Kamu jangan kemana-mana ya, di hatiku aja.." matanya yang sayu namun dengan pendar yang pasti menusukku tepat pada keraguanku. Lidahku kelu. Rangga keluar ruangan membawa semua kata-kata yang kupunya.
...
Aku sentuh cangkir kopiku yang tak sabar meminta penjelasan dari kejutan yang baru ia dapat. 'Satu yang tak bercerita padamu tentang perempuan yang kutemui di kantor Rangga. Dia ternyata adalah sahabat baik Mama Rangga.' Cangkir kopiku tersenyum. Aku membalasnya.
Pagi ini seperti biasa, secangkir kopi yang kusiapkan sendiri di mejaku mengajakku berdiskusi. 'Kamu harus mencari klien baru karena kerjasama yang kau batalkan dengan Rangga? Hhaha.. Urusan hati kadang mengacaukan semua ya. Mengapa kau tak bisa memisahkan urusan hati dengan pekerjaanmu sih?' ia mencibirku. Aku hanya menatap dalam pada warna cokelat kopiku. Kuracik semua kata-katanya dalam kepalaku. Kali ini ia akan tahu kejutannya.
"Permisi.."
"Hai, Rangga.. Ayo masuk!"
Seperti janjinya kemarin, Rangga datang menemuiku di ruanganku ini. Aku melirik pelan pada cangkir kopiku dengan tatapan kau-tak-usah-berisik-dulu-ya.
"Pagi, Zoya.. Aku gak akan membicarakan kerjasama kita sekarang. Aku datang hanya untuk bilang, nanti siang kita makan siang bareng di depan yah.."
"Oke, Rangga." aku melanjutkan dalam hatiku, 'dan tak usah kau tambah bicaramu dengan senyum kamu itu. Hatiku tambah kacau, tahu!'
Aku rasa bagus jika Rangga cepat-cepat keluar dari ruanganku saat ini. Tapi yang ia lakukan sekarang, ia tetap berdiri di depanku, matanya menangkap basah kekacauanku di dalam. "Aku tahu aku ada di sana semenjak SMU.." ia menunjuk hatiku dengan matanya.
"Kamu juga ada di sini dari dulu.." ia menunjuk dadanya, "Kamu jangan kemana-mana ya, di hatiku aja.." matanya yang sayu namun dengan pendar yang pasti menusukku tepat pada keraguanku. Lidahku kelu. Rangga keluar ruangan membawa semua kata-kata yang kupunya.
...
Aku sentuh cangkir kopiku yang tak sabar meminta penjelasan dari kejutan yang baru ia dapat. 'Satu yang tak bercerita padamu tentang perempuan yang kutemui di kantor Rangga. Dia ternyata adalah sahabat baik Mama Rangga.' Cangkir kopiku tersenyum. Aku membalasnya.
Comments