Skip to main content

Posts

Sekala Niskala di Bali

Part 1. Hari Sabtu (10/02), sehari sebelum premier Sekala Niskala (The Seen and Unseen) di Bentara Budaya Bali, digelar acara bertajuk Focus On Kamila Andini di tempat yang sama. Acara tersebut merupakan program kolektif yang diadakan oleh komunitas dan penggiat film di Indonesia untuk memutar film-film karya Kamila Andini terdahulu, dengan tujuan bersama-sama membaca proses kreatif Kamila Andini, sebelum film panjang keduanya, Sekala Niskala, tayang secara serentak di bioskop mulai 8 Maret 2018. Film diputar berurutan berdasarkan tahun produksinya. Film cerita pertama Kamila Andini, The Mirror Never Lies (2011), berkisah tentang hubungan ibu dan anak perempuan suku Bajo di Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Menurut sumber yang saya baca, berkat film ini, Kamila Andini meraih sejumlah penghargaan, di antaranya: Earth Grand Prix Award di Tokyo International Film Festival, Bright Young Talent Award di Mumbai International Film Festival, dan FIPRESCI Award di the Hong Kong International Film
Recent posts

Dear Self

Apa kabar? Oh. Lupakan. Kamu akan jawab "Baik", tapi kemudian kamu akan mengkritik pertanyaan saya. Kamu akan bilang, "Kita selalu lebih baik dari apa yang kita kira." Oke. Sekarang, saya tebak kamu pasti sedang mengomel. Kamu akan bilang, "Apa-apaan, sih? Ngajak ngobrol kok di tempat yang tidak pribadi seperti ini." Duh. Kamu memang sensitif sekali, ya. Tidak berubah. Pada akhirnya, orang-orang akan selalu butuh membagikan cerita mereka pada orang lain, dan tidak lagi menyimpannya di tempat pribadi mereka. Kamu kan pasti tidak lupa, setiap detik, foto-foto artistik, film-film magis, lagu-lagu sendu, tulisan-tulisan yang menggerakkan, serta buku-buku puitis hadir di ruang yang bukan pribadi. Itu semua juga kan obrolan. Sembunyi-sembunyi atau pun terang-terangan, semua orang butuh mencari kerabat melalui "obrolan" yang mereka bagi ke ruang publik. Saya cuma kepengin mengajak kamu berhenti sejenak, kok. Kamu sudah berjalan kaki cukup jauh dan

2017, tahun penuh kreativitas musisi mandiri

Minggu sore kemarin, saya bergabung di livechat #musikulgram yang kali itu mengangkat tema: Menengok Perjalanan Musik Indonesia di 2017 dan Bersiap Menyambut yang Terbaik di 2018. Livechat yang digagas oleh @musikventura ini menghadirkan narasumber @dimas_ario, seorang kurator musik dan saat ini aktif di manajemen ERK. Mengawali obrolan, Dimas menyebut salah satu highlight di 2017 adalah banyaknya kolaborasi. Mulai dari ranah pop seperti Isyana-Raisa, Ran-Yura, hingga Sheryl Sheinafia-Rizky Febian. Pada ranah musik film, ada duo Zeke Khaseli dan Yudhi Arfani sebagai penata lagu sekaligus membuat lagu tema film #marlinathemurderer, berkolaborasi dengan Cholil Mahmud. Selain itu, kolaborasi OM PMR dan Kunto Aji yang mendaur ulang lagu hits Kunto Aji, Terlalu Lama Sendiri, dengan menggubah liriknya dan memberi judul Too Long To Be Alone. Bagaimana di ranah hip hop? Dimas menyebut satu kolaborasi yang menarik antara salah satu anggota kolektif Medium Rare, Rand Slam, dengan singer-songwr

Hade goreng ku basa

Kaget, miris, sedih. Tiga kata ini menggambarkan perasaan saya setiap kali dihadapkan langsung pada realita sikap sebagian masyarakat kita yang pengguna teknologi canggih, namun masih mengabaikan etika dan kesopansantunan dalam bertutur. Berkaitan erat dengan penggunaan bahasa, ada sebuah pepatah Sunda berbunyi: “Hade goreng ku basa”. Pepatah ini mengandung arti bahwa baik atau buruknya sesuatu tergantung bagaimana bahasa dan cara kita menuturkannya. Dalam kehidupan sehari-hari, terlebih di ranah publik dan ranah formal, penggunaan bahasa yang baik dan benar (tak hanya dari segi gramatika, tetapi juga konteks sosialnya) amat sangat penting. Beberapa yang belakangan ini sedang sering saya temui adalah: 1. Pencari kerja yang meninggalkan komentar/pertanyaan tanpa memperhatikan tata krama pada postingan iklan lowongan kerja di media sosial. 2. Pelamar kerja/pencari peluang bisnis atau kerja sama yang mengirimkan e-mail tanpa memperhatikan etika berkirim surat. Mungkin terdengar berl

Film Susah Sinyal: Sajian ragam komedi komplet plus drama yang menggigit hati

Dalam film ketiganya, Susah Sinyal, Ernest masih menawarkan formula yang sama, yaitu drama komedi keluarga. Film Susah Sinyal memberikan gambaran hubungan ibu dan anak yang tak melulu hangat. Karakter anak, Kiara, diperankan oleh Aurora, seorang pendatang baru yang langsung mendapatkan porsi utama di film perdananya, sementara karakter ibu, Ellen, diperankan oleh Adinia. Kiara adalah seorang remaja yang kurang perhatian orang tua. Sejak kecil Kiara dekat dengan omanya, sementara mamanya, Ellen, sibuk memperbaiki hal lain dari dirinya sendiri sampai ia lupa telah berutang banyak pada Kiara. Semua tampak mampu mengatasi masalah masing-masing, sampai Oma, satu-satunya jembatan bagi hubungan Ellen dan Kiara, tak bisa lagi mereka andalkan. Film Susah Sinyal menceritakan perjalanan ibu dan anak ini mencari frekuensi yang pas agar bisa saling terhubung pada gelombang yang sama. Buat saya, menonton Susah Sinyal ini seperti menonton autobiografi sendiri. Entah bagaimana caranya adegan Kiara

Tahun baru, jurnal baru

Salah satu yang saya sukai dari momen pergantian tahun baru adalah memiliki jurnal baru untuk dicorat-coret sepanjang tahun. Memasuki era digital, kegiatan menjurnal sebetulnya bisa dengan mudah dilakukan di gadget. Akan tetapi, kebiasaan menggunakan agenda konvensional masih belum lepas dari saya sejak 13 tahun lalu hingga sekarang. Bagi saya, sensasi menulis di atas kertas masih belum tergantikan. Kadang saya pakai buku agenda yang ukurannya agak besar, tapi lebih sering pakai yang kecil. Lebih ringan dan praktis. Karena yang saya tulis di buku agenda pun kebanyakan hanya berbentuk pointer. Lalu apa saja yang biasanya saya tuliskan di dalam buku agenda? 1. Work related Mencatat itu membantu kita mengingat. Dengan banyaknya informasi yang kita terima setiap hari, mungkin sekali hal penting yang seharusnya kita ingat akan terlupakan dan akhirnya tidak kita kerjakan. Mencatat membantu kita untuk meletakkan hal-hal pada kotak prioritasnya masing-masing. 2. Daftar bacaan/tulisan/ton

Ikhtaara

Sepasang kaki legam tanpa alas menjejak petak-petak ubin stasiun yang dingin dan kusam. Ia berjalan tanpa tergesa mencari sembarang tempat duduk demi melepas pegal yang ia rasakan di sepanjang otot kakinya. Ia tahu stasiun itu tak pernah sepi. Seluruh tempat duduk telah terisi penuh. Maka laki-laki itu membelokkan langkahnya menuju sebuah tiang di salah satu peron, agak jauh dari barisan tempat duduk. Lalu tubuhnya mulai menggelosor ke bawah tiang. Ia duduk dengan pasrah. Merasakan otot-ototnya yang protes selepas dipaksa bekerja seharian. Tangan kanannya begerak menelusuri bagian betis kakinya. Perlahan ia mulai menekankan tangannya pada bagian-bagian yang terasa pegal. Ia lakukan gerakan itu berulang dan bergantian pada betis kanan dan kiri kakinya sampai rasa nyerinya hilang. Sementara itu, tangan kirinya tak pernah sedetik pun meregang dari eratnya pegangan pada sampul mati yang ia buat di atas sebuah karung lusuh. Kara mengamati potongan-potongan adegan itu dari tempat dudukn