Skip to main content

2017, tahun penuh kreativitas musisi mandiri

Minggu sore kemarin, saya bergabung di livechat #musikulgram yang kali itu mengangkat tema: Menengok Perjalanan Musik Indonesia di 2017 dan Bersiap Menyambut yang Terbaik di 2018. Livechat yang digagas oleh @musikventura ini menghadirkan narasumber @dimas_ario, seorang kurator musik dan saat ini aktif di manajemen ERK.

Mengawali obrolan, Dimas menyebut salah satu highlight di 2017 adalah banyaknya kolaborasi. Mulai dari ranah pop seperti Isyana-Raisa, Ran-Yura, hingga Sheryl Sheinafia-Rizky Febian. Pada ranah musik film, ada duo Zeke Khaseli dan Yudhi Arfani sebagai penata lagu sekaligus membuat lagu tema film #marlinathemurderer, berkolaborasi dengan Cholil Mahmud. Selain itu, kolaborasi OM PMR dan Kunto Aji yang mendaur ulang lagu hits Kunto Aji, Terlalu Lama Sendiri, dengan menggubah liriknya dan memberi judul Too Long To Be Alone.

Bagaimana di ranah hip hop? Dimas menyebut satu kolaborasi yang menarik antara salah satu anggota kolektif Medium Rare, Rand Slam, dengan singer-songwriter Jason Ranti.

Menurut Dimas, musik Indonesia 2017 itu 60% diwarnai oleh para pendatang baru. Ia pun kembali menyebut nama Jason Ranti, sebagai salah satu pendatang baru yang menonjol. Jason Ranti adalah singer-songwriter yang mengusung musik folk dengan lirik-lirik menohok dan usil.

Berbicara dari segi lintas genre, Dimas mencatat, di 2017 hip hop semakin populer dan kian seru. Kolektif-kolektif hip hop seperti Medium Rare, Onar, Underground Bizniz Club, Cul De Sac terus melaju pesat; sering diundang berbagai acara musik dan festival, dan para anggotanya merilis album dan single.

Sementara untuk dangdut, Dimas beranggapan tahta bisa diberikan kepada Nella Kharisma dan Via Vallen.

Musik populer Indonesia lama pun ternyata mendapat jatah bangkit di 2017. Dimas mencatat, ada kolektif Suara Disko dengan Diskoria-nya yang memutar lagu-lagu disko Indonesia 70-80an dan Swara Gembira yang menggelar acara tribute to Guruh. Lalu ada juga trio Nonaria yang memainkan musik seperti musik Indonesia era 20-50an.

Dimas berkesimpulan, masih sulit untuk mengatakan 2017 sebagai tahun terbaik bagi musik Indonesia. Namun ia sepakat jika 2017 merupakan yang teramai dalam lima tahun terakhir.

Comments

Popular posts from this blog

Hade goreng ku basa

Kaget, miris, sedih. Tiga kata ini menggambarkan perasaan saya setiap kali dihadapkan langsung pada realita sikap sebagian masyarakat kita yang pengguna teknologi canggih, namun masih mengabaikan etika dan kesopansantunan dalam bertutur. Berkaitan erat dengan penggunaan bahasa, ada sebuah pepatah Sunda berbunyi: “Hade goreng ku basa”. Pepatah ini mengandung arti bahwa baik atau buruknya sesuatu tergantung bagaimana bahasa dan cara kita menuturkannya. Dalam kehidupan sehari-hari, terlebih di ranah publik dan ranah formal, penggunaan bahasa yang baik dan benar (tak hanya dari segi gramatika, tetapi juga konteks sosialnya) amat sangat penting. Beberapa yang belakangan ini sedang sering saya temui adalah: 1. Pencari kerja yang meninggalkan komentar/pertanyaan tanpa memperhatikan tata krama pada postingan iklan lowongan kerja di media sosial. 2. Pelamar kerja/pencari peluang bisnis atau kerja sama yang mengirimkan e-mail tanpa memperhatikan etika berkirim surat. Mungkin terdengar berl

Menerjemahkan Karam Sarasvati

Di antara banyak isi kepala, saya suka deh terbengong - bengong berpikir betapa sebuah lagu bisa bertransformasi menjadi banyak bentuk karya lainnya. Ya prosa yang lebih panjang aka cerpen, ya novel, lalu jadi video klip atau bahkan film. Lagu berubah wujud jadi koreografi. Lagu jadi tema foto. Lagu jadi lukisan pasir. Lagu jadi soundtrack pribadi. Oh ini sih saya. Lagu diinterpretasikan menjadi posting instagram? Itu sih kerjaan teman saya. Tapi memang menarik sih. Beberapa waktu lalu juga ada satu band yang membuat lomba foto semacam ini. Jadi kita mendengarkan lagu - lagu mereka, lalu kita posting foto yang menurut kita menginterpretasikan lagu - lagu band tersebut. Dan memang, kalau kita mencipta sesuatu, sudah jelas interpretasi orang terhadap apa yang kita buat tidak akan sama dengan apa yang kita pikirkan saat kita mencipta karya tersebut. Makin banyak interpretasi, makin 'kaya' karyanya. Dan satu hal, tidak ada salah atau benar yang 'pakem' d

1000 paper stars and one wish

Masih ingat dengan karakter Kugy di novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari? Atau tonton filmnya deh. Di sana ada adegan Kugy senang membuat dan menempel origami burung bangau. Nah, hari kemarin saya buka puasa bersama dengan teman-teman, dan ternyata saya baru menemukan hobi mereka membuat origami. Tapi mereka gak bikin origami bangau seperti Kugy, melainkan origami bintang. Sambil ngobrol ngaler ngidul, tangan kita asik membuat origami bintang dari paper stars yang sudah banyak dijual di toko aksesoris. Kita tinggal melipat.. melipat lagi.. dan voila! Jadilah bintang-bintang lucu seperti ini! :D Origami adalah seni melipat kertas dari Jepang. Dan untuk origami bangau dan bintang ini ada mitosnya. Menurut mereka, kalau kamu bikin 1000 bangau atau bintang, kamu bisa make a wish. Namanya juga mitos, bisa jadi benar-benar kejadian bisa juga mitos ini dipatahkan kapan saja. Tergantung kamu mau percaya atau tidak. Kalau salah satu teman saya yang kemarin hadi