Skip to main content

Tahun baru, jurnal baru

Salah satu yang saya sukai dari momen pergantian tahun baru adalah memiliki jurnal baru untuk dicorat-coret sepanjang tahun.

Memasuki era digital, kegiatan menjurnal sebetulnya bisa dengan mudah dilakukan di gadget. Akan tetapi, kebiasaan menggunakan agenda konvensional masih belum lepas dari saya sejak 13 tahun lalu hingga sekarang. Bagi saya, sensasi menulis di atas kertas masih belum tergantikan.

Kadang saya pakai buku agenda yang ukurannya agak besar, tapi lebih sering pakai yang kecil. Lebih ringan dan praktis. Karena yang saya tulis di buku agenda pun kebanyakan hanya berbentuk pointer.

Lalu apa saja yang biasanya saya tuliskan di dalam buku agenda?

1. Work related
Mencatat itu membantu kita mengingat. Dengan banyaknya informasi yang kita terima setiap hari, mungkin sekali hal penting yang seharusnya kita ingat akan terlupakan dan akhirnya tidak kita kerjakan. Mencatat membantu kita untuk meletakkan hal-hal pada kotak prioritasnya masing-masing.

2. Daftar bacaan/tulisan/tontonan
Ada satu resolusi yang tidak berubah setiap tahunnya, yaitu: membaca lebih banyak, menulis lebih banyak, dan menonton lebih banyak. Di dalam buku agenda, saya biasanya mencatat judul buku yang saya baca, tulisan yang saya buat, dan film yang saya tonton sepanjang tahun.

3. Social related
Bagian ini biasanya diisi dengan daftar tempat/hal-hal baru yang saya sambangi/kerjakan sepanjang tahun.

Setelah tahun berakhir, saya bisa dengan mudah mengingat apa saja yang terjadi sepanjang tahun yang sudah lewat, hanya dengan membuka halaman demi halaman jurnal. Ada kalanya halaman jurnal saya kosong sama sekali, ada kalanya penuh coretan.

Bagaimana dengan 2018? Without uncertainty and the unknown, life would be mundane. So all i can do is embrace it and live life to the fullest. Semoga tahun ini saya membubuhi jurnal dengan catatan yang setidaknya bikin diri sendiri bangga di penghujung tahun nanti. Selamat datang, 2018!

Kamu punya kebiasaan yang sama dengan saya? Share dong! 😃

-

Tulisan ini juga dipublikasikan di Instagram saya (@syahwi) dalam rangka mengikuti program @30haribercerita #30haribercerita.

Comments

Popular posts from this blog

Hade goreng ku basa

Kaget, miris, sedih. Tiga kata ini menggambarkan perasaan saya setiap kali dihadapkan langsung pada realita sikap sebagian masyarakat kita yang pengguna teknologi canggih, namun masih mengabaikan etika dan kesopansantunan dalam bertutur. Berkaitan erat dengan penggunaan bahasa, ada sebuah pepatah Sunda berbunyi: “Hade goreng ku basa”. Pepatah ini mengandung arti bahwa baik atau buruknya sesuatu tergantung bagaimana bahasa dan cara kita menuturkannya. Dalam kehidupan sehari-hari, terlebih di ranah publik dan ranah formal, penggunaan bahasa yang baik dan benar (tak hanya dari segi gramatika, tetapi juga konteks sosialnya) amat sangat penting. Beberapa yang belakangan ini sedang sering saya temui adalah: 1. Pencari kerja yang meninggalkan komentar/pertanyaan tanpa memperhatikan tata krama pada postingan iklan lowongan kerja di media sosial. 2. Pelamar kerja/pencari peluang bisnis atau kerja sama yang mengirimkan e-mail tanpa memperhatikan etika berkirim surat. Mungkin terdengar berl

Menerjemahkan Karam Sarasvati

Di antara banyak isi kepala, saya suka deh terbengong - bengong berpikir betapa sebuah lagu bisa bertransformasi menjadi banyak bentuk karya lainnya. Ya prosa yang lebih panjang aka cerpen, ya novel, lalu jadi video klip atau bahkan film. Lagu berubah wujud jadi koreografi. Lagu jadi tema foto. Lagu jadi lukisan pasir. Lagu jadi soundtrack pribadi. Oh ini sih saya. Lagu diinterpretasikan menjadi posting instagram? Itu sih kerjaan teman saya. Tapi memang menarik sih. Beberapa waktu lalu juga ada satu band yang membuat lomba foto semacam ini. Jadi kita mendengarkan lagu - lagu mereka, lalu kita posting foto yang menurut kita menginterpretasikan lagu - lagu band tersebut. Dan memang, kalau kita mencipta sesuatu, sudah jelas interpretasi orang terhadap apa yang kita buat tidak akan sama dengan apa yang kita pikirkan saat kita mencipta karya tersebut. Makin banyak interpretasi, makin 'kaya' karyanya. Dan satu hal, tidak ada salah atau benar yang 'pakem' d

1000 paper stars and one wish

Masih ingat dengan karakter Kugy di novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari? Atau tonton filmnya deh. Di sana ada adegan Kugy senang membuat dan menempel origami burung bangau. Nah, hari kemarin saya buka puasa bersama dengan teman-teman, dan ternyata saya baru menemukan hobi mereka membuat origami. Tapi mereka gak bikin origami bangau seperti Kugy, melainkan origami bintang. Sambil ngobrol ngaler ngidul, tangan kita asik membuat origami bintang dari paper stars yang sudah banyak dijual di toko aksesoris. Kita tinggal melipat.. melipat lagi.. dan voila! Jadilah bintang-bintang lucu seperti ini! :D Origami adalah seni melipat kertas dari Jepang. Dan untuk origami bangau dan bintang ini ada mitosnya. Menurut mereka, kalau kamu bikin 1000 bangau atau bintang, kamu bisa make a wish. Namanya juga mitos, bisa jadi benar-benar kejadian bisa juga mitos ini dipatahkan kapan saja. Tergantung kamu mau percaya atau tidak. Kalau salah satu teman saya yang kemarin hadi