Ernest Prakasa dinobatkan sebagai Penulis Skenario Terpuji
melalui film pertamanya, Ngenest, dalam ajang penghargaan Festival Film Bandung (FFB) 2016 dan Penulis Skenario Adaptasi terpilih dalam ajang Piala Maya 2016. Ernest juga menjadi peraih nominasi Penulis Skenario Adaptasi terbaik dalam ajang Festival
Film Indonesia (FFI) 2016. Tentu saja
saya penasaran dengan film kedua Ernest yang rilis pada 28 Desember 2016 lalu,
Cek Toko Sebelah.
Dalam film keduanya, sutradara yang mulai dikenal melalui
standup comedy itu, masih menawarkan cerita yang dekat dengan kehidupannya.
Dalam wawancara radio yang saya dengar, Ernest beralasan, hal tersebut
dilakukannya agar ia bisa mengerjakan film secara detail.
Cek Toko Sebelah memberikan gambaran kehidupan satu keluarga
di Indonesia dengan segenap permasalahannya. Gambaran itu disuguhkan melalui
tokoh Koh Afuk (Chew Kin Wah) sebagai ayah, serta Yohan (Dion Wiyoko) dan Erwin (Ernest
Prakasa) sebagai kakak beradik. Diceritakan dalam film ini, Koh Afuk sudah
merintis usaha toko sembako sejak anak-anaknya masih kecil. Konflik muncul saat
Koh Afuk mulai sakit-sakitan dan merasa tak sanggup lagi untuk mengurus toko.
Ia memutuskan untuk mewariskan toko kepada anak bungsunya, Erwin. Padahal,
Erwin sendiri sedang berada dalam karir yang cemerlang. Sementara sebagai anak
tertua, Yohan merasa keputusan ayahnya yang mewariskan toko kepada adiknya itu
tidak adil. Namun, pada akhirnya dua bersaudara itu terpaksa bekerja sama
melakukan sesuatu untuk menyelamatkan keluarga mereka.
Cek Toko Sebelah meyakinkan penonton bahwa film komedi
Indonesia bukan hanya sekadar memancing gelak tawa, tetapi juga mampu
meninggalkan makna bahkan sampai menguras air mata.
Sepanjang film, penonton disuguhkan kepada sajian ragam
komedi yang komplit. Sebut saja mulai dari humor receh seperti adegan peragaan
kecoak mati, sampai humor yang melibatkan anak presiden. Adegan warisan film
komedi jadul seperti saat kepala salah seorang pemain terantuk-antuk, sampai
humor dewasa yang melibatkan aktris seksi. Semua ada.
Ada adegan komedi di Cek Toko Sebelah yang hanya berhasil
memancing saya tersenyum. Tetapi sialnya, saya bisa tertawa habis-habisan di
adegan komedi yang lain. Karena itulah saya pikir Cek Toko Sebelah merupakan
film yang cerdik. Komplitnya ragam komedi yang ditampilkan Cek Toko Sebelah
secara kompak mencoba memenuhi selera candaan penonton yang memang memiliki
frame of reference ataupun field of experience yang tidak sama.
Lalu sesekali, di tengah-tengah tawa yang menghambur, saya
tersedak oleh kesadaran betapa hal yang saya tertawakan itu sesungguhnya adalah
hal yang serius. Saya mulai merasa film Cek Toko Sebelah adalah serentetan
ironi yang dibungkus komedi dan drama secara bergantian. Humor pun mulai
bergerak menjadi satire. Lihat saja adegan berdoa sebelum berjudi, atau adegan
Erwin yang "di-bully" di tengah aksinya. Kemudian adegan CS sibuk
selfie, yang dirangkai dengan cerita latar belakang karakter Anita si
sekretaris seksi. Dan seterusnya.
Saya suka bagaimana Cek Toko Sebelah kerap menampilkan
adegan dalam situasi yang kontras, menghasilkan gambar-gambar yang dramatis.
Seperti saat Yohan berniat mengembalikan uang yang ia pinjam dari ayahnya. Lalu
saat Ayu (Adinia Wirasti) yang tenang dan Natalie (Gisella Anastasia) yang dominan duduk bersama.
Cek Toko Sebelah sungguh telah ditulis dengan apik. Pemain
yang banyak dalam plot yang sederhana pun bisa sukses tampil mendukung cerita
tanpa ada yang dilupakan penonton. Yang menjadi favorit saya? Tentu saja duet
Dion Wiyoko dan Adinia Wirasti. Dion brilian. Adinia seperti biasa selalu
menghanyutkan.
Buat saya, Cek Toko Sebelah telah menempatkan Ernest Prakasa
sebagai sineas favorit saya. Setelah ini, rasanya saya tidak sabar menantikan
film-film Ernest yang akan datang.
Comments