Skip to main content

Rumus antikehilangan


Terkadang, menuliskan tentang kesakitan-kesakitan yang saya alami akibat kehilangan itu terasa konyol bagi saya, saat saya tahu rumus jika tidak mau menanggung sakit akibat kehilangan itu mudah saja: jangan pernah merasa memiliki apa pun di dunia ini.

Tetapi apakah kenyataannya juga semudah itu?

Saya pernah mengalami kehilangan, mulai dari orang tua, sanak keluarga, pekerjaan, mimpi, kesempatan, hingga hal remeh seperti benda kesayangan. Meski saya telah menghapal mati-matian rumus 'jangan-pernah-merasa-memiliki-apa-pun-di-dunia-ini', tetap saja menanggung kehilangan itu rasanya sakit.

Tahun ini, saya melewati beberapa kehilangan. Saya mengecap kesedihan dan kekecewaan yang rupanya tak luput dari setiap momen kehilangan. Beruntung, rumus 'jangan-pernah merasa-memiliki-apa-pun-di-dunia-ini' ternyata masih bisa mengatasi saya dari rasa kecil hati berkepanjangan. Berita kehilangan yang cukup mengguncang saya justru datang dari seorang kawan.

Sekitar satu tahun yang lalu, seseorang menghadiahi saya sebuah novel yang berkisah tentang kehilangan anak. Dada saya dibuat sesak karena menangis pada beberapa bagian novel. Saat membaca novel itu, saya sama sekali tidak membayangkan bahwa setahun setelah saya membaca novel tersebut, cerita tentang kehilangan anak kesayangan harus dialami oleh kawan saya sendiri.

Demi keyakinan terhadap Allah, saya tahu bahwa setiap manusia yang lahir ke dunia ini akan kembali pulang. Saya pun tahu ajal adalah rahasia sekaligus ketetapan Allah. Meski begitu, saat ditinggalkan orang yang sangat saya cintai, saya pun tak akan sanggup untuk membendung duka. Tambahan lagi, ada kesedihan yang berbeda ketika yang pergi adalah seorang anak kesayangan.

Bayangkan, anak yang kau antarkan ke dunia melewati kesakitan yang luar biasa, anak yang kau urus dan kau rawat dengan rasa was-was bercampur haru, anak yang kau bayangkan akan menjadi seorang yang pintar dan membawa kebaikan bagi lingkungannya, anak yang menjadi sumber rasa bahagiamu, tetapi kemudian kau tahu Allah tidak mengizinkanmu menyaksikannya tumbuh dewasa.

Pikiran-pikiran yang tak berdaya pun mulai melesakkan tanya. Bukankah biasanya orang tua meninggalkan dunia lebih dahulu daripada anak-anak? Tidakkah seharusnya seorang anak bisa hidup lebih lama dari orang tuanya? Mengalami hidup yang bahagia, merasakan kasih sayang orang tuanya lebih lama? Mengapa kepergian anak harus secepat itu? Lalu untuk apa ia hadir begitu singkat?

Pertanyaan-pertanyaan yang mudah hadir saat orang tua mana pun larut dalam keterpukulan.

Meski kerap pilu saat membayangkan jika saya berada di posisi kawan saya itu, saya kira saya tidak mungkin mampu merasakan secuil saja nyeri yang kawan saya itu pikul. Sempat pula saya bertanya-tanya pada diri saya sendiri, akan semunafik itukah saya sebagai manusia biasa untuk tidak mencoba memprotes keputusan Allah jika saya diberi ujian seperti kawan saya?

Karena sesiap apa pun hati saya, saat benar-benar dihadapkan pada kenyataan bahwa apa yang melekat pada saya bukan untuk saya genggam selamanya, akan ada detik saya merasa justru rumus 'jangan-pernah-merasa-memiliki-apa-pun-di-dunia-ini' yang adalah lelucon.

Terkadang, rasa sakit akibat kehilangan ternyata tak bisa diselesaikan dengan kalkulasi sesederhana itu. Terlebih lagi, jika objek kehilangan mengikat diri kita dengan simpul rasa memiliki yang khusus dan sukar terurai oleh rumus mana pun.

---

Tulisan ini dibuat untuk memenuhi #tantangannulis #BlueValley bersama Jia Effendie.

Comments

Popular posts from this blog

Hade goreng ku basa

Kaget, miris, sedih. Tiga kata ini menggambarkan perasaan saya setiap kali dihadapkan langsung pada realita sikap sebagian masyarakat kita yang pengguna teknologi canggih, namun masih mengabaikan etika dan kesopansantunan dalam bertutur. Berkaitan erat dengan penggunaan bahasa, ada sebuah pepatah Sunda berbunyi: “Hade goreng ku basa”. Pepatah ini mengandung arti bahwa baik atau buruknya sesuatu tergantung bagaimana bahasa dan cara kita menuturkannya. Dalam kehidupan sehari-hari, terlebih di ranah publik dan ranah formal, penggunaan bahasa yang baik dan benar (tak hanya dari segi gramatika, tetapi juga konteks sosialnya) amat sangat penting. Beberapa yang belakangan ini sedang sering saya temui adalah: 1. Pencari kerja yang meninggalkan komentar/pertanyaan tanpa memperhatikan tata krama pada postingan iklan lowongan kerja di media sosial. 2. Pelamar kerja/pencari peluang bisnis atau kerja sama yang mengirimkan e-mail tanpa memperhatikan etika berkirim surat. Mungkin terdengar berl

Menerjemahkan Karam Sarasvati

Di antara banyak isi kepala, saya suka deh terbengong - bengong berpikir betapa sebuah lagu bisa bertransformasi menjadi banyak bentuk karya lainnya. Ya prosa yang lebih panjang aka cerpen, ya novel, lalu jadi video klip atau bahkan film. Lagu berubah wujud jadi koreografi. Lagu jadi tema foto. Lagu jadi lukisan pasir. Lagu jadi soundtrack pribadi. Oh ini sih saya. Lagu diinterpretasikan menjadi posting instagram? Itu sih kerjaan teman saya. Tapi memang menarik sih. Beberapa waktu lalu juga ada satu band yang membuat lomba foto semacam ini. Jadi kita mendengarkan lagu - lagu mereka, lalu kita posting foto yang menurut kita menginterpretasikan lagu - lagu band tersebut. Dan memang, kalau kita mencipta sesuatu, sudah jelas interpretasi orang terhadap apa yang kita buat tidak akan sama dengan apa yang kita pikirkan saat kita mencipta karya tersebut. Makin banyak interpretasi, makin 'kaya' karyanya. Dan satu hal, tidak ada salah atau benar yang 'pakem' d

1000 paper stars and one wish

Masih ingat dengan karakter Kugy di novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari? Atau tonton filmnya deh. Di sana ada adegan Kugy senang membuat dan menempel origami burung bangau. Nah, hari kemarin saya buka puasa bersama dengan teman-teman, dan ternyata saya baru menemukan hobi mereka membuat origami. Tapi mereka gak bikin origami bangau seperti Kugy, melainkan origami bintang. Sambil ngobrol ngaler ngidul, tangan kita asik membuat origami bintang dari paper stars yang sudah banyak dijual di toko aksesoris. Kita tinggal melipat.. melipat lagi.. dan voila! Jadilah bintang-bintang lucu seperti ini! :D Origami adalah seni melipat kertas dari Jepang. Dan untuk origami bangau dan bintang ini ada mitosnya. Menurut mereka, kalau kamu bikin 1000 bangau atau bintang, kamu bisa make a wish. Namanya juga mitos, bisa jadi benar-benar kejadian bisa juga mitos ini dipatahkan kapan saja. Tergantung kamu mau percaya atau tidak. Kalau salah satu teman saya yang kemarin hadi