Skip to main content

Kamu, anak streaming atau anak radio?

"Lewat radio aku sampaikan
Kerinduan yang lama terpendam
Terus mencari biar musim berganti
Radio cerahkan hidupnya
Jika hingga nanti ku tak bisa
Menemukan hatinya
Menemukan hatinya
Menemukan hatinya lagi"

(Radio, Sheila On 7)

Beberapa waktu lalu saya menemukan sebuah pertanyaan di Twitter, “Untuk mendengarkan lagu-lagu terkini, lebih memilih online streaming atau radio?"

Jawaban saya sih dua-duanya. Terkadang saya online streaming untuk mendengar rilisan lagu terbaru dari artis favorit saya. Tetapi untuk mencari tahu lagu-lagu apa saja sih yang sedang banyak di-request, saya lebih memilih menyalakan radio. Ada beberapa hal memang yang tetap tak bisa tergantikan meski gempuran teknologi semakin canggih. Contohnya ya kebiasaan menyimak media konvensional seperti radio.

Ketika teknologi memudahkan kita memilih sendiri lagu apa pun yang ingin didengarkan melalui berbagai layanan online streaming, lalu mengapa ya masih banyak yang lebih senang mendengarkan lagu melalui radio?

Kalau alasan saya, sih:

1. Radio itu punya music director. Jadi kita nggak usah repot-repot menyusun playlist yang enak didengarkan. Asal kamu memilih radio yang memang playlist-nya cocok buat telingamu, dijamin betah sih. Kecuali kalau kamu memang senang menyusun playlist sendiri di perangkatmu.

2. Kadang kita merasa ada yang kurang ngga sih saat terus-menerus mendengarkan lagu? Tidak ada konten bagus yang bisa menjadi selingan sekaligus menambah wawasan kita? Radio lain, mereka punya penyiar yang kerap disebut ujung tombak radio. Seorang penyiar dibantu oleh creative assistant, akan selalu menyiapkan script untuk dibahas saat siaran. Bahannya macam-macam, mulai dari lifestyle, berita mancanegara, berita nasional, dll. Jadi jangan khawatir mendengarkan radio itu bikin basi.

3. Selain berbagi informasi terkait dengan berita yang sedang happening, kadang penyiar juga senang membagi obrolan-obrolan ringan tetapi menarik, bahkan menawarkan curhat saat kamu merasa sendirian. (Lol. Sendirian banget?)

4. Mendengarkan radio Itu nggak menghabiskan pulsa. Err, kecuali kamu mendengarkan radio secara streaming sih, karena ingin mendengar radio yang di luar jangkauan frekuensi kota kamu, misalnya.

5. Mengapresiasi karya musisi favorit itu mudah, sering-sering request lagu mereka di radio biar banyak diputarkan. Kalau kamu nggak suka request, cukup dengarkan saja, tetapi tolong jauhi download lagu musisi favoritmu secara ilegal di internet.

6. Sekarang ini banyak musisi memilih merilis lagu terbaru mereka di berbagai kanal online. Praktis dan mampu menjangkau banyak sekali pendengar. Tetapi ketika kamu sebagai fans ingin bertanya tentang cerita di balik lagu tersebut, proses produksi dan sebagainya, radio memiliki segmen live interview yang tidak akan didapat di layanan online streaming.

Jadi, kamu anak streaming atau anak radio?

Comments

Popular posts from this blog

Hade goreng ku basa

Kaget, miris, sedih. Tiga kata ini menggambarkan perasaan saya setiap kali dihadapkan langsung pada realita sikap sebagian masyarakat kita yang pengguna teknologi canggih, namun masih mengabaikan etika dan kesopansantunan dalam bertutur. Berkaitan erat dengan penggunaan bahasa, ada sebuah pepatah Sunda berbunyi: “Hade goreng ku basa”. Pepatah ini mengandung arti bahwa baik atau buruknya sesuatu tergantung bagaimana bahasa dan cara kita menuturkannya. Dalam kehidupan sehari-hari, terlebih di ranah publik dan ranah formal, penggunaan bahasa yang baik dan benar (tak hanya dari segi gramatika, tetapi juga konteks sosialnya) amat sangat penting. Beberapa yang belakangan ini sedang sering saya temui adalah: 1. Pencari kerja yang meninggalkan komentar/pertanyaan tanpa memperhatikan tata krama pada postingan iklan lowongan kerja di media sosial. 2. Pelamar kerja/pencari peluang bisnis atau kerja sama yang mengirimkan e-mail tanpa memperhatikan etika berkirim surat. Mungkin terdengar berl

Menerjemahkan Karam Sarasvati

Di antara banyak isi kepala, saya suka deh terbengong - bengong berpikir betapa sebuah lagu bisa bertransformasi menjadi banyak bentuk karya lainnya. Ya prosa yang lebih panjang aka cerpen, ya novel, lalu jadi video klip atau bahkan film. Lagu berubah wujud jadi koreografi. Lagu jadi tema foto. Lagu jadi lukisan pasir. Lagu jadi soundtrack pribadi. Oh ini sih saya. Lagu diinterpretasikan menjadi posting instagram? Itu sih kerjaan teman saya. Tapi memang menarik sih. Beberapa waktu lalu juga ada satu band yang membuat lomba foto semacam ini. Jadi kita mendengarkan lagu - lagu mereka, lalu kita posting foto yang menurut kita menginterpretasikan lagu - lagu band tersebut. Dan memang, kalau kita mencipta sesuatu, sudah jelas interpretasi orang terhadap apa yang kita buat tidak akan sama dengan apa yang kita pikirkan saat kita mencipta karya tersebut. Makin banyak interpretasi, makin 'kaya' karyanya. Dan satu hal, tidak ada salah atau benar yang 'pakem' d

1000 paper stars and one wish

Masih ingat dengan karakter Kugy di novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari? Atau tonton filmnya deh. Di sana ada adegan Kugy senang membuat dan menempel origami burung bangau. Nah, hari kemarin saya buka puasa bersama dengan teman-teman, dan ternyata saya baru menemukan hobi mereka membuat origami. Tapi mereka gak bikin origami bangau seperti Kugy, melainkan origami bintang. Sambil ngobrol ngaler ngidul, tangan kita asik membuat origami bintang dari paper stars yang sudah banyak dijual di toko aksesoris. Kita tinggal melipat.. melipat lagi.. dan voila! Jadilah bintang-bintang lucu seperti ini! :D Origami adalah seni melipat kertas dari Jepang. Dan untuk origami bangau dan bintang ini ada mitosnya. Menurut mereka, kalau kamu bikin 1000 bangau atau bintang, kamu bisa make a wish. Namanya juga mitos, bisa jadi benar-benar kejadian bisa juga mitos ini dipatahkan kapan saja. Tergantung kamu mau percaya atau tidak. Kalau salah satu teman saya yang kemarin hadi