Skip to main content

Bintang super raksasa biru

Dia membuka pintu dan melihat lelaki itu berdiri di sana, menangis. Tak ada isakan yang terdengar. Hanya sorot mata lelaki itu yang menusuk iba. Udara lembab di ruangan itu terasa kelu. Bintang membuka mulutnya hendak memanggil nama lelaki itu, namun kerongkongannya seperti tercekat.

Suara – suara kendaraan yang tertahan lajunya terdengar halus menembusi jendela kereta hingga sampai di telinga Bintang, membangunkannya dari mimpi anehnya. Bintang terbangun dengan kepala menyender pada jendela kereta. Ia memijat pelipisnya pelan. Hatinya kini sedikit cemas setelah mimpi yang ia alami barusan.
Bintang melihat penumpang lain mulai merapikan barang bawaannya. Sebentar lagi ia akan sampai di stasiun tujuannya. Bintang melihat ke luar jendela. Di luar sana gelap, namun ia hapal daerah ini. Kereta yang ia tumpangi baru saja melintasi Jalan Braga. Bintang melirik jam tangannya, jam 8 lewat 10 menit. Hampir separuh perjalanan ia tertidur. Kembali, Bintang tepekur pada sisi luar jendela.

Kereta yang ia tumpangi kini melintasi Jembatan Viaduck. Di bawah jembatan, kendaraan masih terlihat ramai. Jalanan terlihat basah. Kota itu baru saja dibasuh hujan. Pasti dingin sekali di luar sana. Bintang menarik risleting jaketnya hingga leher ketika matanya membaca papan bertuliskan Stasiun Bandung. Ia sudah sampai di Kota Bandung, kota paling romantis yang menjadi rumahnya.

Kereta perlahan melambat sampai akhirnya benar – benar berhenti. Suara khas petugas informasi menyambut kedatangan ataupun kepulangan para penumpang kereta. Ketika yang lain masih memeriksa kompartemen dan bekas tempat duduk masing - masing sampai yakin tidak ada barang yang tertinggal, Bintang sudah meloncat turun dari kereta itu. Tidak pernah banyak barang yang ia bawa setiap kali pergi dinas ke Jakarta. Hanya sebuah tas ransel yang praktis menempel di punggungnya.

Bintang berjalan pelan menuju pintu keluar stasiun. Beberapa orang berjalan berlawanan dengannya. Mereka melangkah dari arah pintu masuk dengan tas, koper atau ransel dan selembar tiket di tangan, mencari – cari kereta yang akan mereka tumpangi. Ada yang bergegas, ada yang santai saja. Ada yang bermimik cerah, ada yang murung, ada pula yang biasa saja. Semuanya dengan urusan mereka masing – masing. Semuanya tenggelam dalam kepala mereka masing – masing.

Sekelompok anak muda sedang bermain musik di area sebelah kiri ruang tunggu, membawakan lagu – lagu hits yang Bintang yakin tak akan membuat kegiatan menunggu kereta api membosankan.

Bintang adalah penonton yang setia untuk penggalan – penggalan adegan itu. Ia selalu suka menonton manusia. Dan tempat umum seperti itu, adalah tempat yang tepat untuk Bintang menyalurkan hobinya. Ia bisa betah berlama – lama duduk menghabiskan waktu di stasiun kereta. Tidak melakukan apa – apa, hanya menontoni tingkah orang – orang yang lalu lalang. Bintang suka stasiun kereta api.

Tidak susah mendapatkan taksi begitu ia keluar dari stasiun. “Jalan Burangrang ya, Pak,” Bintang menyebutkan alamat rumahnya, dimana Rigel pasti sedang menunggunya pulang. Rigel belum menelepon lagi sejak Bintang menemukan kursinya dan duduk manis di dalam kereta, menunggu suara peluit memerintahnya untuk meninggalkan Stasiun Gambir, dua jam yang lalu. Bintang berpikir, mungkin Rigel sedang menyelesaikan pekerjaannya atau malah sudah tertidur karena lelah bekerja. Ia kemudian meraih telepon genggamnya dan mengetik pesan, “Aku udah sampe Bandung. Lagi di taksi ya, Gel.”

Bunyi notifikasi pesan Bintang sampai pada Rigel terdengar ketika Bapak pengemudi taksi menjulurkan tangan kirinya ke arah radio mobilnya. Ia mencari – cari lagu yang pas untuk menemani perjalanan mereka.

It came over me in a rush
When i realized that i love you so much
That sometimes i cry, but i can’t tell you why
Why i  feel what i feel inside..

Bintang tidak mengerti, di antara ribuan lagu yang mungkin bisa mereka dengarkan, jari Bapak pengemudi taksi itu berhenti berputar – putar ketika ia menemukan lagu itu. Bintang berpikir ini kebetulan, namun tetap saja di antara dinginnya udara malam Kota Bandung, mendengar lagu itu, dadanya seketika menghangat. Lampu – lampu jalan yang dipandanginya seakan menari – nari, mengiringi ingatannya yang beranjak ke waktu – waktu yang lalu.
_____

Bintang sedang bersiap untuk tidur setelah tugas kuliah beres ia kerjakan. Ia mengecek handphonenya untuk terakhir kali sebelum ia matikan. Bintang baru menyadari, ternyata ada pesan dari Rigel.

“Bintang, jangan tidur dulu ya. Nyalain radio sekarang. Nanti aku on air.”

Rigel bukanlah tipikal pria yang boros dengan kata – kata. Ia akan berbicara jika ia benar – benar bermaksud seperti apa yang dibicarakannya. Kalau tidak yakin, ia memilih tidak usah berbicara. Satu dari banyak kualitasnya yang Bintang kagumi. Bintang pun akhirnya memencet tombol frekuensi radio yang dimaksud Rigel. Lagu Gemintang dari penyanyi Andien sedang mengalun. Bintang menunggu apa yang akan dilakukan Rigel.
_____

Rigel adalah satu – satunya yang memahami kegemaran Bintang memandangi langit. Jika Bintang sekadar senang memandangi langit yang oranye ketika matahari terbit dan tenggelam, atau langit biru jernih ketika hari sedang cerah, Rigel lebih dari itu. Ia senang mengamati dan mempelajari benda – benda langit. Kegemaran Rigel ini bahkan membawanya pada kuliah jurusan astronomi. Ia banyak menonton film tentang Alien, termasuk serial kesayangannya Ancient Alien. Rigel is an UFO enthusiast.

Ada satu pengalaman masa kecilnya yang tak pernah bisa ia lupa dan membawanya pada kegemarannya ini. Yaitu ketika suatu pagi, di sebuah ladang padi, tempat ia biasa bermain layangan, ia menemukan fenomena tanaman padi miring membentuk sebuah simbol tertentu. Rigel kemudian berlari ke rumah untuk mengajak Ayahnya kembali ke ladang padi itu. Seharian mereka di sana bersama beberapa warga dan petugas berwenang yang mulai berdatangan. Tak banyak yang bisa dijelaskan Ayah Rigel tentang fenomena tersebut ketika mereka sudah kembali ke rumah, kecuali memberitahu bahwa fenomena itu disebut crop circle. Rigel kecil terkagum – kagum. Dan rasa ingin tahunya ternyata tak pernah pergi, hingga sekarang.

Rigel senang mengajak Bintang menghabiskan waktu berdua di sebuah tempat makan di daerah Dago. Menurutnya, Dago adalah salah satu UFO spot di Indonesia.

“Kenapa gitu ya, Gel?”

“Kenapa tetangga dari luar planet bumi ini rajin mampir ke Dago?”

“Iya.”

“Mungkin karena ada kamu yang cantik di sini.”

“Gel, plis..”

“Karena Bandung itu dulunya kan danau, Bin. Kata analisis Bapak Ufologi, J. Allen Heynek, UFO selalu mampir ke daerah yang kandungan airnya tinggi.”

“Oooh..”

"Kita beruntung ya tinggal di Bandung, Bin. Bandung itu stargate, Gerbang Bintang. Banyak yang percaya itu.”

“Semacam portal gitu ya?”

“Iya.”

Seperti Rigel, Bintang percaya kalau ia tidak sendirian di semesta ini. Maksudnya, ada milyaran galaksi lain selain Bima Sakti tempat Bumi ini berada. Itu yang membuat Bintang tidak bisa percaya kalau ia hanya sendirian di semesta ini.

Bintang menyandarkan punggungnya di kursi sambil memandang langit yang sedang cerah malam itu. Ia meraih teleskop mini milik Rigel yang selalu ia bawa kemana saja, kemudian mengarahkannya ke langit, “Where are you, Alien?”

Rigel adalah pria termanis dalam hidup Bintang. Tak pernah disangka oleh Bintang, Rigel menghadiahinya teleskop Celestron pada ulang tahunnya yang ke-20. Benda yang sedang sangat Bintang inginkan saat itu.
“Nih, biar kamu bisa lihat lebih jelas asal namaku,” kata Rigel singkat waktu itu.

Rigel adalah nama bintang super raksasa biru dan merupakan bagian dari sistem empat bintang. Ia adalah satu dari sepuluh bintang yang sinarnya paling terang di langit malam.

“Gel, tapi aku ga bisa loh pake teleskop ini. Gimana caranya sih?” Dengan telaten, Rigel menjelaskan. Tangannya begitu terampil menggunakan alat itu. Ketika Bintang sudah bisa mencobanya sendiri, ia senang bukan main. Ia bisa melihat warna – warni bintang yang indah di langit.

“Gel, kok bintang itu warnanya beda – beda yah?”

“Tergantung sama suhu bintang – bintang itu.”

“Maksudnya?”

“Warna sebuah benda itu berubah saat suhunya berubah, Bin. Udah hukum alam. Gini deh gampangnya, pernah liat kan besi yang dipanasin? Pas besi yang masih dingin dan warnanya hitam mulai memanas, permukaannya akan berkilau pucat kemerahan. Kalau dipanasin lagi, besi jadi makin merah. Kalau kamu terus panasin, besi itu akan berubah dari merah ke oranye ke kuning ke putih, dan akhirnya ke biru. Jadi, bintang yang paling muda, paling panas, mengeluarkan cahaya biru. Yang lebih dingin, berkilau merah.” Rigel menjelaskan dengan sabar.

“Kalau matahari itu bintang muda atau tua?”

“Matahari itu bintang setengah baya. Sinarnya kuning.”

“Gel..”

“Ya?”

“Kok kamu pinter banget sih?”

“Udah deh, Bin, ga usah banyak tanya. Cium aja aku sekarang.”
_____

Lagu Gemintang dari penyanyi Andien sudah berhenti. Seorang penyiar yang juga teman kuliah Rigel mulai berbicara. Dia bilang, ada seorang temannya yang saat itu sudah berada di studio, ingin mempersembahkan sesuatu untuk pacarnya.

Dan di sanalah Rigel, menyanyikan lagu In a Rush milik Blackstreet diiringi petikan gitarnya sendiri.
Rigel tak pernah tahu, malam itu Bintang terharu sampai menangis di atas kasurnya, mendengarkan suaranya yang indah.
_____

“Gel.. Aku pulang, Sayang.”

Bintang sudah sampai di rumah mereka. Rumahnya dan Rigel. Rigel sudah resmi menjadi suami Bintang sejak dua tahun lalu. Rigel menyambut Bintang dengan senyumnya di depan pintu. Ia terlihat baik - baik saja. Bintang berlari memeluk Rigel erat. Rigel tahu, istrinya kangen sekali padanya. Ia pun begitu. Namun Rigel tidak membalas pelukan Bintang. Ia tidak bisa.

Kedua tangannya terpaksa harus ia relakan sejak kecelakaan lalu lintas tak lama setelah mereka menikah. Tangan yang mengajari Bintang menggunakan teleskop itu sudah tak ada. Tangan yang memetik merdu gitar itu telah hilang.

Namun Bintang tahu, Rigel tetaplah bintang paling terang dalam hidupnya, apapun yang terjadi. Bintang super raksasa biru berhati luas yang ia cintai setengah mati.

Comments

Popular posts from this blog

Hade goreng ku basa

Kaget, miris, sedih. Tiga kata ini menggambarkan perasaan saya setiap kali dihadapkan langsung pada realita sikap sebagian masyarakat kita yang pengguna teknologi canggih, namun masih mengabaikan etika dan kesopansantunan dalam bertutur. Berkaitan erat dengan penggunaan bahasa, ada sebuah pepatah Sunda berbunyi: “Hade goreng ku basa”. Pepatah ini mengandung arti bahwa baik atau buruknya sesuatu tergantung bagaimana bahasa dan cara kita menuturkannya. Dalam kehidupan sehari-hari, terlebih di ranah publik dan ranah formal, penggunaan bahasa yang baik dan benar (tak hanya dari segi gramatika, tetapi juga konteks sosialnya) amat sangat penting. Beberapa yang belakangan ini sedang sering saya temui adalah: 1. Pencari kerja yang meninggalkan komentar/pertanyaan tanpa memperhatikan tata krama pada postingan iklan lowongan kerja di media sosial. 2. Pelamar kerja/pencari peluang bisnis atau kerja sama yang mengirimkan e-mail tanpa memperhatikan etika berkirim surat. Mungkin terdengar berl

Menerjemahkan Karam Sarasvati

Di antara banyak isi kepala, saya suka deh terbengong - bengong berpikir betapa sebuah lagu bisa bertransformasi menjadi banyak bentuk karya lainnya. Ya prosa yang lebih panjang aka cerpen, ya novel, lalu jadi video klip atau bahkan film. Lagu berubah wujud jadi koreografi. Lagu jadi tema foto. Lagu jadi lukisan pasir. Lagu jadi soundtrack pribadi. Oh ini sih saya. Lagu diinterpretasikan menjadi posting instagram? Itu sih kerjaan teman saya. Tapi memang menarik sih. Beberapa waktu lalu juga ada satu band yang membuat lomba foto semacam ini. Jadi kita mendengarkan lagu - lagu mereka, lalu kita posting foto yang menurut kita menginterpretasikan lagu - lagu band tersebut. Dan memang, kalau kita mencipta sesuatu, sudah jelas interpretasi orang terhadap apa yang kita buat tidak akan sama dengan apa yang kita pikirkan saat kita mencipta karya tersebut. Makin banyak interpretasi, makin 'kaya' karyanya. Dan satu hal, tidak ada salah atau benar yang 'pakem' d

1000 paper stars and one wish

Masih ingat dengan karakter Kugy di novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari? Atau tonton filmnya deh. Di sana ada adegan Kugy senang membuat dan menempel origami burung bangau. Nah, hari kemarin saya buka puasa bersama dengan teman-teman, dan ternyata saya baru menemukan hobi mereka membuat origami. Tapi mereka gak bikin origami bangau seperti Kugy, melainkan origami bintang. Sambil ngobrol ngaler ngidul, tangan kita asik membuat origami bintang dari paper stars yang sudah banyak dijual di toko aksesoris. Kita tinggal melipat.. melipat lagi.. dan voila! Jadilah bintang-bintang lucu seperti ini! :D Origami adalah seni melipat kertas dari Jepang. Dan untuk origami bangau dan bintang ini ada mitosnya. Menurut mereka, kalau kamu bikin 1000 bangau atau bintang, kamu bisa make a wish. Namanya juga mitos, bisa jadi benar-benar kejadian bisa juga mitos ini dipatahkan kapan saja. Tergantung kamu mau percaya atau tidak. Kalau salah satu teman saya yang kemarin hadi