Skip to main content

Cilok, panggupay rasa urang Bandung

Menyusul predikat sebagai Kota Kembang, Kota Pendidikan, Kota Fashion, belakangan Bandung disebut-sebut juga sebagai Kota Kuliner karena saking banyaknya tempat makan baru bermunculan di Bandung. Kreativitas orang Bandung memang tidak dapat diragukan, termasuk di industri kuliner. Saya sendiri bingung dengan munculnya banyak tempat makan baru sekaligus menu-menunya yang unik. Bingung karena rasanya ingin mencoba semua.

Kota Bandung juga cukup sering menggelar festival makanan, tempat di mana warga Bandung bisa mencicipi beragam produk makanan terbaru unggulan para penggiat usaha kuliner. Contohnya Festival Keuken dan yang tahun lalu digagas oleh Walikota Bandung Ridwan Kamil : Bandung Culinary Night. Culinary Night digelar di setiap kecamatan di Bandung di malam minggu, paling tidak 2 minggu sekali. Pada saat Culinary Night, setiap kecamatan ini diubah menjadi semacam food district. Dari pertama kali diadakan sampai sekarang, event ini cukup berhasil menjadi daya tarik wisata baru di Bandung.karena menghadirkan suasana baru menghabiskan waktu bermalam minggu. Setiap digelar, Culinary Night ini selalu dipadati oleh warga Bandung. Tujuan Ridwan Kamil untuk meningkatkan index of happiness warganya pun tampaknya berhasil.

Jadi, tempat makan apa sih yang sedang hits di Bandung? Oh yes! All you have to do is place your finger on your favorite search engine. Ketikan kata kunci "tempat makan hits di Bandung" atau yang lebih baik dari itu, dan dalam satu klik, kamu akan dapatkan yang kamu cari. Hehehe. Tapi, serius deh. Penggiat industri kuliner masa kini tentu sudah sangat tahu bagaimana caranya agar produk mereka diketahui dan tempat mereka didatangi.

Seharian saya memikirkan apa yang ingin saya tulis untuk proyek #30HariKotakuBercerita ini, dan pada detik terakhir, baru saya tahu apa yang ingin saya tulis.

Belum selesai dengan produk-produk atau tempat-tempat makan baru, pikiran saya tidak bisa melupakan tempat-tempat makan legendaris yang sudah ada puluhan bahkan ratusan tahun lalu dan masih ada sampai sekarang, seperti sebut saja Warung Kopi Purnama di Jalan  Alkateri, Restoran Sumber Hidangan di Jalan Braga. Termasuk yang berada di kaki lima seperti Lotek Mahmud, Kupat Tahu Gempol, Bubur Mang Oyo, Gorengan Cendana dan masih banyak lagi.

Tentang Gorengan Cendana, hasil saya berselancar adalah sebuah artikel yang inspiratif tentang Yusuf Amin, pemilik usaha Gorengan Cendana, yang saya temukan di sini : kotakpeluang.blogspot.co.id.

Tadi pagi saya jajan cilok kaki lima kesukaan saya lagi, tidak jauh dari tempat tinggal saya. Namanya Cilok Panggupay. Kalau kamu ketikan nama itu di kotak pencarianmu, inshaalloh kamu gak bakal menemukan apa-apa. Haha. Saya tahu nama itu dari tulisan yang ia buat di gerobaknya. Cilok ini salah satu jajanan khas Kota Bandung juga. Kapan itu saya pernah iseng kepo-in Si Mamang Cilok. Menurut beliau, ia sudah berjualan cilok dari tahun 1985. Pantes ciloknya enak, menurut saya! Dari cerita Mamang Cilok, alhamdulillah, ia telah mampu bertahan hidup dan menghidupi, juga sudah mampu memiliki tempat tinggal yang ia butuhkan dari usaha berjualan ciloknya itu. Saat cerita, Si Mamang terlihat bangga dan puas. Mengharukan.

Cilok Bandung bumbu kacang.
Sumber foto : resep11.blogspot.co.id

Kembara pikiran saya seharian ini akhirnya berhenti di satu titik yang sebetulnya masih random sih. As always. Hihi.

Di era sosial media seperti saat ini, saat penggiat industri kuliner bermodal besar sangat dimudahkan untuk "menggaet" konsumennya. Bagi pelaku industri kuliner kaki lima yang bahkan tidak pernah mengenal brosur atau e-flyer sebagai alat marketing mereka, promosi mulut-ke-mulut tentu menjadi salah satu media promosi andalan mereka.

Rasanya, saya jadi ingin terus bercerita lebih banyak untuk mereka. Di sini. Mungkin nanti.

___

“Pull up a chair. Take a taste. Come join us. Life is so endlessly delicious.”
― Ruth Reichl

Comments

Popular posts from this blog

Hade goreng ku basa

Kaget, miris, sedih. Tiga kata ini menggambarkan perasaan saya setiap kali dihadapkan langsung pada realita sikap sebagian masyarakat kita yang pengguna teknologi canggih, namun masih mengabaikan etika dan kesopansantunan dalam bertutur. Berkaitan erat dengan penggunaan bahasa, ada sebuah pepatah Sunda berbunyi: “Hade goreng ku basa”. Pepatah ini mengandung arti bahwa baik atau buruknya sesuatu tergantung bagaimana bahasa dan cara kita menuturkannya. Dalam kehidupan sehari-hari, terlebih di ranah publik dan ranah formal, penggunaan bahasa yang baik dan benar (tak hanya dari segi gramatika, tetapi juga konteks sosialnya) amat sangat penting. Beberapa yang belakangan ini sedang sering saya temui adalah: 1. Pencari kerja yang meninggalkan komentar/pertanyaan tanpa memperhatikan tata krama pada postingan iklan lowongan kerja di media sosial. 2. Pelamar kerja/pencari peluang bisnis atau kerja sama yang mengirimkan e-mail tanpa memperhatikan etika berkirim surat. Mungkin terdengar berl

Menerjemahkan Karam Sarasvati

Di antara banyak isi kepala, saya suka deh terbengong - bengong berpikir betapa sebuah lagu bisa bertransformasi menjadi banyak bentuk karya lainnya. Ya prosa yang lebih panjang aka cerpen, ya novel, lalu jadi video klip atau bahkan film. Lagu berubah wujud jadi koreografi. Lagu jadi tema foto. Lagu jadi lukisan pasir. Lagu jadi soundtrack pribadi. Oh ini sih saya. Lagu diinterpretasikan menjadi posting instagram? Itu sih kerjaan teman saya. Tapi memang menarik sih. Beberapa waktu lalu juga ada satu band yang membuat lomba foto semacam ini. Jadi kita mendengarkan lagu - lagu mereka, lalu kita posting foto yang menurut kita menginterpretasikan lagu - lagu band tersebut. Dan memang, kalau kita mencipta sesuatu, sudah jelas interpretasi orang terhadap apa yang kita buat tidak akan sama dengan apa yang kita pikirkan saat kita mencipta karya tersebut. Makin banyak interpretasi, makin 'kaya' karyanya. Dan satu hal, tidak ada salah atau benar yang 'pakem' d

1000 paper stars and one wish

Masih ingat dengan karakter Kugy di novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari? Atau tonton filmnya deh. Di sana ada adegan Kugy senang membuat dan menempel origami burung bangau. Nah, hari kemarin saya buka puasa bersama dengan teman-teman, dan ternyata saya baru menemukan hobi mereka membuat origami. Tapi mereka gak bikin origami bangau seperti Kugy, melainkan origami bintang. Sambil ngobrol ngaler ngidul, tangan kita asik membuat origami bintang dari paper stars yang sudah banyak dijual di toko aksesoris. Kita tinggal melipat.. melipat lagi.. dan voila! Jadilah bintang-bintang lucu seperti ini! :D Origami adalah seni melipat kertas dari Jepang. Dan untuk origami bangau dan bintang ini ada mitosnya. Menurut mereka, kalau kamu bikin 1000 bangau atau bintang, kamu bisa make a wish. Namanya juga mitos, bisa jadi benar-benar kejadian bisa juga mitos ini dipatahkan kapan saja. Tergantung kamu mau percaya atau tidak. Kalau salah satu teman saya yang kemarin hadi