Skip to main content

Omnispace, alternative space based from Bandung

Sejak 2004, UNESCO telah menetapkan 69 kota di dunia sebagai jejaring kota kreatif UNESCO, yang terbagi dalam tujuh tema atau kategori yaitu Craft and Folks Art, Design, Film, Gastronomy, Literature, Media Arts, dan Music. Dan 2013 lalu, oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif saat itu, Kota Bandung bersama 3 kota lainnya yaitu Yogya, Solo, dan Pekalongan, diajukan sebagai Kota Kretif UNESCO. Kota bandung sendiri diajukan sebagai kota kreatif dari sektor desain. Meski akhirnya masih tersisih, karena yang berhasil ditetapkan dalam Jaringan Kota Kreatif UNESCO 2014 lalu adalah Kota Pekalongan dari sektor Craft and Folks Art. Namun tentu saja, Bandung akan tetap hidup, bertumbuh dan berkembang menjadi kota yang semakin kreatif.

Banyak yang bilang, dunia ini milik orang-orang kreatif. Dan kabar baiknya, semua orang bisa kreatif, asalkan mendapat lingkungan dan stimulus yang tepat. Karena pada dasarnya, manusia adalah makhluk yang kreatif dan berdaya. Energi seorang kreatif bisa mengacaukan galaksi. Imaginasi mereka bisa menembus ke balik kehidupan planet tetangga. Singkatnya, jangan coba-coba membuat tembok untuk menyembunyikan karya seorang kreatif atau kau akan sia-sia.

Alih-alih melakukan itu, Kota Bandung sepertinya adalah kota yang cukup memudahkan untuk berekspresi di bidang kreatif manapun. Jika kamu jalan-jalan ke Bandung, pastikan tidak hanya wisata heritage, kuliner, atau fashion, tapi sempatkan juga wisata seni di ruang-ruang pertunjukan seni yang tersebar di Bandung. Kamu mungkin sudah mengenal Sasana Budaya Ganesha yang sering dijadikan tempat konser musik, atau Selasar Sunaryo Art Space, Taman Budaya (Dago Tea House), dan Padepokan Seni Mayang Sunda.

Pada entri kali ini, saya hanya ingin mengenalkan satu lagi ruang kreatif yang ada di Bandung yang cukup akrab dengan muda-mudi Bandung : OMNISPACE. OMNISPACE ialah ruang alternatif yang mewadahi kegiatan kreatif dengan serba-serbi perhelatan bersifat kolektif maupun personal. Tujuan utamanya adalah memperkenalkan sekaligus membuka ruang apresiasi publik terhadap dinamika dan wacana seni rupa secara luas. (Sumber: omuniuum.net).

Suasana Pameran Gagasan bertajuk GETOK TULAR,
yang berlangsung dari 28 Agustus - 06 September 2015.
Sumber foto : Instagram OMNISPACE

Berkreasi dan berapresiasi, adalah dua hal yang menyenangkan dan akan terasa berbeda jika kamu melakukannya di Kota Bandung, kota dengan iklim dan energi mencipta karya yang sangat besar, menurut saya. Yang jelas sih satu hal, di mana pun, jangan pernah takut untuk menyampaikan ide atau gagasan kreatifmu. Selalu ada ruang untuk itu, dan akan selalu ada apresiasi bagi karya-karyamu.

___

Terdapat waktu dan imaginasi yang berharga tercurah dalam proses mencipta karya. Mari asah terus sensitivitasmu dalam mengapresiasi sebuah karya. Untuk mengetahui kegiatan apa yang sedang berlangsung di OMNISPACE, berikut informasi yang kamu butuhkan :

Email : Info.omnispace@gmail.com
Instagram : @omni.space
Alamat : 3rd Floor, Omuniuum Building Ciumbuleuit 151 B, Bandung

Comments

Popular posts from this blog

Hade goreng ku basa

Kaget, miris, sedih. Tiga kata ini menggambarkan perasaan saya setiap kali dihadapkan langsung pada realita sikap sebagian masyarakat kita yang pengguna teknologi canggih, namun masih mengabaikan etika dan kesopansantunan dalam bertutur. Berkaitan erat dengan penggunaan bahasa, ada sebuah pepatah Sunda berbunyi: “Hade goreng ku basa”. Pepatah ini mengandung arti bahwa baik atau buruknya sesuatu tergantung bagaimana bahasa dan cara kita menuturkannya. Dalam kehidupan sehari-hari, terlebih di ranah publik dan ranah formal, penggunaan bahasa yang baik dan benar (tak hanya dari segi gramatika, tetapi juga konteks sosialnya) amat sangat penting. Beberapa yang belakangan ini sedang sering saya temui adalah: 1. Pencari kerja yang meninggalkan komentar/pertanyaan tanpa memperhatikan tata krama pada postingan iklan lowongan kerja di media sosial. 2. Pelamar kerja/pencari peluang bisnis atau kerja sama yang mengirimkan e-mail tanpa memperhatikan etika berkirim surat. Mungkin terdengar berl

Menerjemahkan Karam Sarasvati

Di antara banyak isi kepala, saya suka deh terbengong - bengong berpikir betapa sebuah lagu bisa bertransformasi menjadi banyak bentuk karya lainnya. Ya prosa yang lebih panjang aka cerpen, ya novel, lalu jadi video klip atau bahkan film. Lagu berubah wujud jadi koreografi. Lagu jadi tema foto. Lagu jadi lukisan pasir. Lagu jadi soundtrack pribadi. Oh ini sih saya. Lagu diinterpretasikan menjadi posting instagram? Itu sih kerjaan teman saya. Tapi memang menarik sih. Beberapa waktu lalu juga ada satu band yang membuat lomba foto semacam ini. Jadi kita mendengarkan lagu - lagu mereka, lalu kita posting foto yang menurut kita menginterpretasikan lagu - lagu band tersebut. Dan memang, kalau kita mencipta sesuatu, sudah jelas interpretasi orang terhadap apa yang kita buat tidak akan sama dengan apa yang kita pikirkan saat kita mencipta karya tersebut. Makin banyak interpretasi, makin 'kaya' karyanya. Dan satu hal, tidak ada salah atau benar yang 'pakem' d

1000 paper stars and one wish

Masih ingat dengan karakter Kugy di novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari? Atau tonton filmnya deh. Di sana ada adegan Kugy senang membuat dan menempel origami burung bangau. Nah, hari kemarin saya buka puasa bersama dengan teman-teman, dan ternyata saya baru menemukan hobi mereka membuat origami. Tapi mereka gak bikin origami bangau seperti Kugy, melainkan origami bintang. Sambil ngobrol ngaler ngidul, tangan kita asik membuat origami bintang dari paper stars yang sudah banyak dijual di toko aksesoris. Kita tinggal melipat.. melipat lagi.. dan voila! Jadilah bintang-bintang lucu seperti ini! :D Origami adalah seni melipat kertas dari Jepang. Dan untuk origami bangau dan bintang ini ada mitosnya. Menurut mereka, kalau kamu bikin 1000 bangau atau bintang, kamu bisa make a wish. Namanya juga mitos, bisa jadi benar-benar kejadian bisa juga mitos ini dipatahkan kapan saja. Tergantung kamu mau percaya atau tidak. Kalau salah satu teman saya yang kemarin hadi