Ia pulang tertatih, menyeret letih kakinya, seolah sebuah benda berat membebani. Tangannya mendekap bagian dadanya. Sementara bola matanya meloncat ke bagian tengkuknya. Seringai lebar di wajahnya tak berhenti membunyikan desis lembut, saat warna merah mengalir dari celah kemejanya, merembesi ruas jarinya, lalu menetes di atas keramik putih yang dulu ia pilih. Aku dikecup oleh rasa perih.
Hatinya telah dikerat seorang perempuan. Potongannya dicuri dan dijadikan teman makan malam perempuan itu hingga perutnya buncit. Sekepal kepala mungil bersiul dari balik piring makan malamnya, memintaku menyiapkan makam untuk ceritaku sendiri.
Comments