muse (mju:z) v. merenung. ~ing, n. renungan.
Sebelum ini saya tidak pernah terlalu tertarik dengan kata itu. Semua yang saya tahu tentang muse hanyalah nama sebuah band asal Inggris yang digawangi oleh Matthew Bellamy.
Kemudian saya membaca cerpen dari penulis favorit saya dengan judul Muse. Cerpen ini bercerita tentang seorang penulis perempuan yang suaminya benci dijadikan muse.
Dari situ saya mendapatkan makna baru dari kata muse, selain makna harfiahnya dan tentunya nama sebuah band. Saya pun penasaran, siapa atau apa sebenarnya muse itu? Apakah harus berwujud orang? Atau benda? Atau suasana? Mungkin aroma?
Berselancar pada sedikit sekali artikel yang membahas muse, dan bertanya pada beberapa teman, saya mendapatkan pengertian baru. Bahwa muse ini tidak hanya berlaku bagi seorang penulis. Setiap pekerja kreatif, baik itu penulis, perancang busana, pelukis, hingga pencipta lagu memang mempunyai sumber inspirasi yang disebut muse.
Saya pun menemukan pernyataan dari seorang penulis di Twitter. Pada tweetnya ia mengaku memiliki muse : “Aku punya muse saat menulis. Biasanya muse aku adalah orang yang menarik dan bikin penasaran.”
Pernyataannya sejalan dengan yang saya dapatkan dari sumber lain : “Muse adalah orang yang dengan bicara dengannya, kita menemukan hal baru untuk dipikirkan.”
Teman diskusi saya yang sempat saya pusingkan dengan pembahasan muse ini, juga menyumbang satu lagi pengetahuan. Konon katanya, Audrey Hepburn adalah muse bagi desainer Loubotin dan side projectnya Adam Young.
Entah sampai mana penasaran saya akan selesai, tapi rasanya tak sudah - sudah. Lalu saya berhenti di kalimat ini : “Setiap penulis pasti memiliki muse. Saya memilih hujan, matahari, dan pelangi.”
Nah! Berarti muse itu tidak harus selalu orang, ya. Objek atau fenomena alam pun bisa jadi muse.
Saya ingat, saya sering menulis cerpen dan puisi tentang hujan. Mungkinkah hujan adalah muse menulis saya? Tapi saya juga sering menulis saat tak ada hujan. Saya lebih sering menulis setelah dicurhati oleh teman - teman sih, sebenarnya. Haha.
Namun tak jarang muse ini menjadi kambing hitam dari kebuntuan ide seorang penulis. Jika muse adalah juga berarti inspirasi. Maka saya sepakat dengan teman saya yang lain yang pernah berkata, “Inspirasi itu dicari bukan ditunggu.”Muse pastilah bisa ditemukan di mana saja. Pada apapun dan kapan pun.
Saya ingin sepakat. Ralat. Saya harus sepakat! Bagaimana jika muse yang saya tunggu tak datang juga? Apakah saya tidak akan pernah memulai menulis?
____
Baiknya saya jadikan saja ‘deadline’ sebagai muse menulis saya.
Setuju?
Tidak.
Oke.
Deadline dan makanan.
Sebelum ini saya tidak pernah terlalu tertarik dengan kata itu. Semua yang saya tahu tentang muse hanyalah nama sebuah band asal Inggris yang digawangi oleh Matthew Bellamy.
Kemudian saya membaca cerpen dari penulis favorit saya dengan judul Muse. Cerpen ini bercerita tentang seorang penulis perempuan yang suaminya benci dijadikan muse.
Dari situ saya mendapatkan makna baru dari kata muse, selain makna harfiahnya dan tentunya nama sebuah band. Saya pun penasaran, siapa atau apa sebenarnya muse itu? Apakah harus berwujud orang? Atau benda? Atau suasana? Mungkin aroma?
Berselancar pada sedikit sekali artikel yang membahas muse, dan bertanya pada beberapa teman, saya mendapatkan pengertian baru. Bahwa muse ini tidak hanya berlaku bagi seorang penulis. Setiap pekerja kreatif, baik itu penulis, perancang busana, pelukis, hingga pencipta lagu memang mempunyai sumber inspirasi yang disebut muse.
Saya pun menemukan pernyataan dari seorang penulis di Twitter. Pada tweetnya ia mengaku memiliki muse : “Aku punya muse saat menulis. Biasanya muse aku adalah orang yang menarik dan bikin penasaran.”
Pernyataannya sejalan dengan yang saya dapatkan dari sumber lain : “Muse adalah orang yang dengan bicara dengannya, kita menemukan hal baru untuk dipikirkan.”
Teman diskusi saya yang sempat saya pusingkan dengan pembahasan muse ini, juga menyumbang satu lagi pengetahuan. Konon katanya, Audrey Hepburn adalah muse bagi desainer Loubotin dan side projectnya Adam Young.
Entah sampai mana penasaran saya akan selesai, tapi rasanya tak sudah - sudah. Lalu saya berhenti di kalimat ini : “Setiap penulis pasti memiliki muse. Saya memilih hujan, matahari, dan pelangi.”
Nah! Berarti muse itu tidak harus selalu orang, ya. Objek atau fenomena alam pun bisa jadi muse.
Saya ingat, saya sering menulis cerpen dan puisi tentang hujan. Mungkinkah hujan adalah muse menulis saya? Tapi saya juga sering menulis saat tak ada hujan. Saya lebih sering menulis setelah dicurhati oleh teman - teman sih, sebenarnya. Haha.
Namun tak jarang muse ini menjadi kambing hitam dari kebuntuan ide seorang penulis. Jika muse adalah juga berarti inspirasi. Maka saya sepakat dengan teman saya yang lain yang pernah berkata, “Inspirasi itu dicari bukan ditunggu.”Muse pastilah bisa ditemukan di mana saja. Pada apapun dan kapan pun.
Saya ingin sepakat. Ralat. Saya harus sepakat! Bagaimana jika muse yang saya tunggu tak datang juga? Apakah saya tidak akan pernah memulai menulis?
____
Baiknya saya jadikan saja ‘deadline’ sebagai muse menulis saya.
Setuju?
Tidak.
Oke.
Deadline dan makanan.
Comments