Kucoba
semua, segala cara
Kau
membelakangiku
Kunikmati
bayangmu
Itulah
saja cara yang bisa
untuk
ku menghayatimu
Untuk
mencintaimu
Sesaat
dunia jadi tiada
Hanya
diriku yang mengamatimu
Dan
dirimu yang jauh di sana
Ku
tak kan bisa lindungi hati
Jangan
pernah kau tatapkan wajahmu
Bantulah
aku semampumu
~
"Dear, Prissa..
Ini Rabu malam. Aku tahu kamu senang menyelesaikan pekerjaan di 3 hari pertama dari
5 hari kerjamu. Rabu malam kamu akan pulang lebih cepat lalu menghabiskan
waktumu sampai larut malam di tempat ini. Tempat nongkrong favorit kita. Emhh oke
ralat. Kita tidak pernah duduk-duduk berdua, jadi ini adalah tempat
nongkrong favorit kita bersama Rio, teman kantorku yang kukenalkan padamu.
Aku
senang kamu tidak pulang langsung ke kostan, tapi memilih mampir dulu di tempat
ini. Setidaknya setiap Rabu malam. Dan kalau aku sedang beruntung, Sabtu malam
kita akan bertemu lagi di sini.
Prissa.
Nama kamu bagus. Aku mengagumi nama kamu sejak pertama kali kubaca nama itu di
lembar absensi mahasiswa. Kita satu kelas. Dan aku semakin kagum setelah mengenal
kamu, karena ternyata pemilik nama itu lebih unik dari yang kukira.
Aku
yakin kamu tak pernah sadar, sudah berapa banyak detik yang sengaja kubiarkan
terhenti setiap kali mendengar renyah tawamu.
Aku
yakin kamu tak pernah sadar, riuh di belakang dadaku saat aku harus berbicara dengan
kamu.
Tapi
aneh, Sa.. Ini semua justru candu buat aku.
Mudah-mudahan
kamu juga tak pernah menyadari, betapa aku mencari-cari cara agar tak pernah
putus urusan kita. Membahas tugas, satu tim dalam acara-acara kampus, dan masih
banyak lagi.
Kini kita sudah sama-sama bekerja. Akupun berdoa agar alam terus menghadirkan
kebetulan-kebetulan dalam mempertemukan kita.
Seperti
malam ini. Yes! Perkiraanku tak salah. Kamu datang. Seperti biasa, sendiri. Dengan
senyum ceria yang tak pernah lepas dari wajah kamu. Sneakers dan jeans lusuh
dari jaman kuliah. Dan tas ransel yang berisi alat-alat gambar kesayangan kamu.
Malam
ini kamu terlihat capek, tapi seakan-akan tak pernah kehabisan energi, kamu
ungkapkan segala macam yang ada di kepalamu pada kami. Engg.. tepatnya, pada Rio.
Aku
kadang iri mengapa kamu begitu banyak bicara pada Rio, sementara tidak
kepadaku. Apa yang salah dari aku, Sa?
Tapi
aku cukup senang bisa melihat kamu dan menguping segala celotehan kamu malam
ini.
Satu-satunya
yang kamu ucapkan khusus untuk aku adalah kata-kata pamitan, 'Gas, aku pulang
ya!'
Hati-hati,
Prissa. Kubalas kamu sambil susah payah kuberanikan mata ini beradu pada matamu.
Terima kasih sudah datang setiap Rabu malam, Prissa. Terima kasih sudah membantuku
mengikis rindu dan tak menambah harapan apa-apa pada rasa sayang ini."
~
“Bagas.. Kopi lu dingin! Nulis apaan sih?”
Rio membuyarkan lamunanku.
“You
win.” asal kusambar Rio.
“Hah?
Maksud lo?”
“Eh..
Nggak.. Bukan apa-apa. Ngantuk gue. Hehe.” aku beralasan.
~
"Rio terang-terangan mengajakku setiap Rabu malam ke tempat ini untuk bertemu kamu, Sa. Pada satu Rabu malam saat kamu tak hadir, aku melihat wajahnya sangat kecewa. Lalu kami mendengar kabar kamu sakit dan pulang ke rumah orang tuamu. Setelah itu aku sering memergoki Rio melamun tak mengerjakan apa-apa di belakang komputernya di kantor kami. Ia ternyata rindu pada kamu.
Jika saat kuminta alam semesta menghadirkan kebetulan-kebetulan pada perjumpaan kita dan ia kabulkan. Lalu bolehkan ia kuminta menggagalkan kebetulan atas perasaan yang sama yang aku dan temanku, Rio, rasakan kepadamu?
Aku tak sampai hati, Sa. Namun aku tak ingin jadi pengecut. Aku harus bertanggung jawab pada rasa yang kurasakan sendiri.
Aku sayang kamu, dari dulu."
~
Rasakanlah
isyarat
yang sanggup kau rasa
tanpa
perlu kau sentuh
Rasakanlah
harapan
impian
yang
hidup hanya untuk sekejap
Rasakanlah
Langit,
hujan,
Detak
hangat nafasku
Rasakanlah
Isyarat
yang mampu kau tangkap
Tanpa
perlu kuucap
Rasakanlah
air,
udara
bulan,
bintang
angin,
malam
ruang,
waktu, puisi
~
"Dear, Bagas..
Aku kecewa malam ini kamu tak datang.
Alasan aku tetap datang setiap Rabu malam itu hanya satu: kamu.
Aku juga sayang kamu, dari dulu."
~
"Rio, nitip balik surat ini buat Bagas ya. Gua cabut duluan. Thanks ya, Yo."
"Okay. Anytime, Prissa."
~
Itulah
saja cara yang bisa..
(Lirik lagu : Hanya Isyarat - Dewi Lestari)
Comments