Skip to main content

Keep calm and write poetry


@nulisbuku : Tahukah kamu? Apa alasan tanggal 26 Juli sebagai hari puisi Indonesia

@nulisbuku : Disepakatinya Hari puisi Indonesia 26 Juli karena diambil dari hari lahir pujangga kita: Chairil Anwar!

@nulisbuku : Hari lahir Chairil Anwar 26 Juli tersebut sebagai apresiasi dan penghargaan atas dedikasi kepenyairannya pada bangsa Indonesia.
 
Pada tanggal 22 November 2012 lalu, sebanyak 40 penyair Indonesia berkumpul di Pekanbaru, Riau untuk mendeklarasikan tanggal 26 Juli menjadi Hari Puisi Nasional. Jadi, Jumat, 26 Juli 2013 kemarin adalah peringatan yang pertama. Dalam rangka memperingati Hari Puisi Nasional, 26 Juli 2013 kemarin, @nulisbuku mengadakan #PestaPuisi di twitter. Admin dari @nulisbuku melempar satu kata yang berbeda-beda setiap satu jam, dimulai dari pukul 00.01 hingga pukul 23.59, untuk dikembangkan menjadi puisi pendek (kurang dari 140 karakter).
  
Untuk memeriahkan timeline di Hari Puisi Nasional kemarin, mengikuti tema yang diberikan @nulisbuku setiap jamnya, saya tweet beberapa puisi sehabis sahur, selagi dandan, sambil duduk di angkot, di tengah-tengah meeting, sambil melamun, sambil berbuka, sampai akhirnya joprak lagi di kasur.

Bukan. Saya bukan penyair. Hanya orang yang seneng nge-tweet aja kok. x)


Beberapa tweet #PestaPuisi yang saya buat kemarin:

Kau masih ingat kerutan di kening pagi kala ia melihat napasmu tersenggal memburunya. Ia jelas tak suka itu. #PestaPuisi @nulisbuku


Saat matanya membuka, rasanya tak tentu. Ngilu atau ragu, karena tapak kakinya justru beradu dengan penghujung waktu. #PestaPuisi @nulisbuku


Demi menjawab pagi, ia kantongi doa lalu pergi. Namun ia terhenyak lupa, seribu rupa senyum tertinggal di rumahnya. #PestaPuisi @nulisbuku


Usia barunya tumbuh seperti gigi susu. Kalbunya tercekam rasa ngilu. Ia siap menggigit setiap decit riang waktu. #PestaPuisi @nulisbuku


Kertasnya ngilu, karena selalu kau guratkan garis kecil hatimu. Aku punya hati yang besar. Kubagi separuh, mau? #PestaPuisi @nulisbuku


Bunyi risau tak bermakna yg tercekat kenyataan bahwa aku tuna wicara, riuh mengaduh dlm kepala, lalu perlahan menjauh #PestaPuisi @nulisbuku


Pengap mengerjap bosan. Ia rindu menjadi tamu bagimu. Kamu, yang terlalu banyak membuka mulut. #PestaPuisi @nulisbuku

Pandanganmu tersesat di poles bibirnya yang pekat, kawan. Hati-hati dibutakan sesaat. #PestaPuisi @nulisbuku

Malam sedang menerka jawaban atas tanya yang ia sematkan pada senja : maukah senja meminjamkan warna jingganya? #PestaPuisi @nulisbuku



Dalam rintiknya, hujan bertanya : berapa tahun lagi ia harus turun menemani tetes air mata yg kau sesatkan dalam tawa? #PestaPuisi @nulisbuku

Lelah marah. Kau menyuapnya dengan gegabah agar ia enyah. #PestaPuisi @nulisbuku


Lelah tak mudah menyerah. Menemani sumpah serapah yang datang dari tubuhmu yang jengah. #PestaPuisi @nulisbuku 

Selamat Hari Puisi Nasional, kawan! Keep calm and write poetry!  :)

Comments

Popular posts from this blog

Hade goreng ku basa

Kaget, miris, sedih. Tiga kata ini menggambarkan perasaan saya setiap kali dihadapkan langsung pada realita sikap sebagian masyarakat kita yang pengguna teknologi canggih, namun masih mengabaikan etika dan kesopansantunan dalam bertutur. Berkaitan erat dengan penggunaan bahasa, ada sebuah pepatah Sunda berbunyi: “Hade goreng ku basa”. Pepatah ini mengandung arti bahwa baik atau buruknya sesuatu tergantung bagaimana bahasa dan cara kita menuturkannya. Dalam kehidupan sehari-hari, terlebih di ranah publik dan ranah formal, penggunaan bahasa yang baik dan benar (tak hanya dari segi gramatika, tetapi juga konteks sosialnya) amat sangat penting. Beberapa yang belakangan ini sedang sering saya temui adalah: 1. Pencari kerja yang meninggalkan komentar/pertanyaan tanpa memperhatikan tata krama pada postingan iklan lowongan kerja di media sosial. 2. Pelamar kerja/pencari peluang bisnis atau kerja sama yang mengirimkan e-mail tanpa memperhatikan etika berkirim surat. Mungkin terdengar berl

Menerjemahkan Karam Sarasvati

Di antara banyak isi kepala, saya suka deh terbengong - bengong berpikir betapa sebuah lagu bisa bertransformasi menjadi banyak bentuk karya lainnya. Ya prosa yang lebih panjang aka cerpen, ya novel, lalu jadi video klip atau bahkan film. Lagu berubah wujud jadi koreografi. Lagu jadi tema foto. Lagu jadi lukisan pasir. Lagu jadi soundtrack pribadi. Oh ini sih saya. Lagu diinterpretasikan menjadi posting instagram? Itu sih kerjaan teman saya. Tapi memang menarik sih. Beberapa waktu lalu juga ada satu band yang membuat lomba foto semacam ini. Jadi kita mendengarkan lagu - lagu mereka, lalu kita posting foto yang menurut kita menginterpretasikan lagu - lagu band tersebut. Dan memang, kalau kita mencipta sesuatu, sudah jelas interpretasi orang terhadap apa yang kita buat tidak akan sama dengan apa yang kita pikirkan saat kita mencipta karya tersebut. Makin banyak interpretasi, makin 'kaya' karyanya. Dan satu hal, tidak ada salah atau benar yang 'pakem' d

1000 paper stars and one wish

Masih ingat dengan karakter Kugy di novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari? Atau tonton filmnya deh. Di sana ada adegan Kugy senang membuat dan menempel origami burung bangau. Nah, hari kemarin saya buka puasa bersama dengan teman-teman, dan ternyata saya baru menemukan hobi mereka membuat origami. Tapi mereka gak bikin origami bangau seperti Kugy, melainkan origami bintang. Sambil ngobrol ngaler ngidul, tangan kita asik membuat origami bintang dari paper stars yang sudah banyak dijual di toko aksesoris. Kita tinggal melipat.. melipat lagi.. dan voila! Jadilah bintang-bintang lucu seperti ini! :D Origami adalah seni melipat kertas dari Jepang. Dan untuk origami bangau dan bintang ini ada mitosnya. Menurut mereka, kalau kamu bikin 1000 bangau atau bintang, kamu bisa make a wish. Namanya juga mitos, bisa jadi benar-benar kejadian bisa juga mitos ini dipatahkan kapan saja. Tergantung kamu mau percaya atau tidak. Kalau salah satu teman saya yang kemarin hadi