Skip to main content

Love life, live life, laugh at life (part one)














Dari artikel yang saya baca di internet, "being alone is one of our greatest fears, and many people panic at the prospect of even a short period of enforced solitude." Hayo ngaku! Siapa yang pas jaman sekolah suka minta-minta dianter ke toilet. Ih, pipis kok rame-rame. Hahaha. Iya, manusia memang makhluk sosial. Kamu pasti takut buat sendiri. Dan merasa lebih nyaman melakukan apa-apa bareng teman. Tapi kadang-kadang, saya suka loh jalan-jalan sendirian. Sekadar belanja ke supermarket, nonton film, atau berlama-lama di cafe/restoran. Beruntung kalau gak ada yang kenal dan menyapa. Haha.

Karena saat jalan sendirian, saya bebas menentukan mau ke mana dan mau apa. Tidak perlu berdiskusi. Tidak juga tergantung sama orang lain. Menurut saya, saat sendirian adalah saat yang baik untuk perenungan, kenapa dan dari mana kita berada dan apa yang sudah kita lakukan. Tsahh..

When you’re alone, nobody can judge you for doing whatever it is you want to do. Yang paling senang saya lakukan saat sendirian adalah jalan kaki sore sambil mendengarkan musik lewat headphone di Bandung ini. Kalau bareng teman, saya ngeri teman saya sudah mengeluh capek duluan terus marah-marah kehausan. Hahaha.

Banyak hal-hal ajaib yang bisa kita lihat sih kalau kita jalan kaki. Pernah baca satu kalimat perumpamaan bagus entah di mana, "Jangan sampai kamu terlalu cepat mengendarai mobilmu sampai-sampai tidak melihat ada anak kecil di pinggir jalan yang berusaha memberitahu kalau ban mobilmu kempes." Jadi ya gitu, saya pahami kalimat kiasan tadi dengan lebih peka setiap kali berjalan kaki sore-sore. Kalau kamu baca postingan saya yang lalu, kamu akan tahu kalau saya memang obsesif terhadap tanda-tanda (meski seringkali gagal untuk menangkap maknanya).

--

Contohnya, dalam perjalanan pergi tadi di dalam angkot, saya melihat banyak peminta-minta di lampu merah. Profilnya nenek-nenek dan/atau kakek-kakek. Sudah biasa. Setiap berangkat kerja saya selalu menemukan mereka. Yang tidak biasa adalah hari ini, saat saya sampai di tempat yang agak jarang saya kunjungi di Bandung ini, saya melihat seorang nenek dengan profil yang sama (maaf, baju lusuh seperti peminta-minta.), duduk di pinggiran jalan yang dilewati orang-orang dengan plastik hitam di pangkuannya.

Saya memelankan langkah, memerhatikan nenek itu. Seorang pria menghampiri si nenek, mereka sepertinya bertransaksi. Pria itu mendapatkan beberapa benda bundar berwarna putih dari si nenek, lalu si nenek mendapatkan beberapa lembar uang dari si pria. Saya penasaran, saya hampiri lebih dekat si nenek yang sedang membereskan plastiknya. Astaga. Benda bundar putih itu ternyata bawang putih.

--

Nenek yang saya jumpai sore itu berusaha mendapatkan uang dengan menjual sayuran pada pejalan kaki yang lewat di hadapannya. Sementara nenek lainnya yang saya sering jumpai di lampu merah, hanya menengadahkan tangannya kepada penumpang angkot atau mobil pribadi untuk mendapatkan uang. Sama-sama memperjuangkan hidup, namun dengan cara berbeda.


--

Saya kembali memenuhi kepala saya dengan musik.

"Mereka akan berkata, kesedihanmu akan pergi..
terhempas angin, angin selatan yang penuh debu,
terbawa sampai ufuk, ufuk timur terjauh.."

Kalau kamu tanya sama teman-teman dekat saya, mereka pasti sudah bosan saya ceritakan tentang drama-drama dalam hidup saya. Saya pun sering merasa, tak usah lagi lah menonton sinetron atau ftv, cukup memerani dan menikmati film kehidupan yang saya jalani. Naik turunnya, pahit manisnya, kejutan-kejutannya, lebih drama dari drama mana pun. Asli. Sensasinya seperti naik roller coaster.

"Dan kau akan terdiam,
bertanya dalam hati kapan ini kan berakhir
dan terbawa sampai ufuk timur terjauh.."

Banyak drama yang berdarah-darah dialami hidup orang-orang. Beberapa orang lainnya mengalami adegan - adegan dalam taman bunga yang indah. Boleh gak sih, sedikit iseng melemparkan penasaran, kenapa ada orang-orang yang sepertinya hidupnya mulus-mulus saja layaknya jalan tol baru diaspal dan kenapa orang-orang lainnya selalu tertimpa kesialan dan sulit memperolah keberuntungan? Mengapa tidak hidup yang mulus saja yang kita semua jalani? Adil kan?

"terang yang kau dambakan, hilanglah semua yang kau tanya..
terang yang kau dambakan, hilanglah semua yang kau tanya.."

Bersamaan dengan bawelnya kepala saya bertanya, lirik lagu Empati Tamako dari The Trees and The Wild di atas terus melantun di dalam kepala saya melalui headphone, berulang-ulang, menghipnotis.

Dan tak sadar perut yang lapar setelah nonton dan jalan-jalan ini menyetir otak untuk melangkah memasuki restoran. Cari makan. Perut pintar.

Kata Adinia Wirasti dalam film barunya Laura & Marsha yang barusan kutonton, "alam semesta itu akan memberikan apa yang kita butuhkan tepat pada waktunya." Dan dalam perenungan di meja restoran fast food ini sendirian, alam semesta pun memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan saya tadi.

Syah.. kalau semua orang menjalani hidup yang sama mulusnya atau sama pedihnya. Rata. Mungkin di dunia ini seharusnya hanya ada warna hitam dan putih. Kasihan warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, kalau tidak diberi kesempatan untuk mewarnai dunia.

Siapa yang akan merasa lebih beruntung jika semua bisa mendapatkan setiap yang diinginkan? Lalu siapa yang akan merasa kurang beruntung jika alam membagi rata miliknya?

--

*gambar diambil dari wallpoper.com

Comments

Popular posts from this blog

Hade goreng ku basa

Kaget, miris, sedih. Tiga kata ini menggambarkan perasaan saya setiap kali dihadapkan langsung pada realita sikap sebagian masyarakat kita yang pengguna teknologi canggih, namun masih mengabaikan etika dan kesopansantunan dalam bertutur. Berkaitan erat dengan penggunaan bahasa, ada sebuah pepatah Sunda berbunyi: “Hade goreng ku basa”. Pepatah ini mengandung arti bahwa baik atau buruknya sesuatu tergantung bagaimana bahasa dan cara kita menuturkannya. Dalam kehidupan sehari-hari, terlebih di ranah publik dan ranah formal, penggunaan bahasa yang baik dan benar (tak hanya dari segi gramatika, tetapi juga konteks sosialnya) amat sangat penting. Beberapa yang belakangan ini sedang sering saya temui adalah: 1. Pencari kerja yang meninggalkan komentar/pertanyaan tanpa memperhatikan tata krama pada postingan iklan lowongan kerja di media sosial. 2. Pelamar kerja/pencari peluang bisnis atau kerja sama yang mengirimkan e-mail tanpa memperhatikan etika berkirim surat. Mungkin terdengar berl

Menerjemahkan Karam Sarasvati

Di antara banyak isi kepala, saya suka deh terbengong - bengong berpikir betapa sebuah lagu bisa bertransformasi menjadi banyak bentuk karya lainnya. Ya prosa yang lebih panjang aka cerpen, ya novel, lalu jadi video klip atau bahkan film. Lagu berubah wujud jadi koreografi. Lagu jadi tema foto. Lagu jadi lukisan pasir. Lagu jadi soundtrack pribadi. Oh ini sih saya. Lagu diinterpretasikan menjadi posting instagram? Itu sih kerjaan teman saya. Tapi memang menarik sih. Beberapa waktu lalu juga ada satu band yang membuat lomba foto semacam ini. Jadi kita mendengarkan lagu - lagu mereka, lalu kita posting foto yang menurut kita menginterpretasikan lagu - lagu band tersebut. Dan memang, kalau kita mencipta sesuatu, sudah jelas interpretasi orang terhadap apa yang kita buat tidak akan sama dengan apa yang kita pikirkan saat kita mencipta karya tersebut. Makin banyak interpretasi, makin 'kaya' karyanya. Dan satu hal, tidak ada salah atau benar yang 'pakem' d

1000 paper stars and one wish

Masih ingat dengan karakter Kugy di novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari? Atau tonton filmnya deh. Di sana ada adegan Kugy senang membuat dan menempel origami burung bangau. Nah, hari kemarin saya buka puasa bersama dengan teman-teman, dan ternyata saya baru menemukan hobi mereka membuat origami. Tapi mereka gak bikin origami bangau seperti Kugy, melainkan origami bintang. Sambil ngobrol ngaler ngidul, tangan kita asik membuat origami bintang dari paper stars yang sudah banyak dijual di toko aksesoris. Kita tinggal melipat.. melipat lagi.. dan voila! Jadilah bintang-bintang lucu seperti ini! :D Origami adalah seni melipat kertas dari Jepang. Dan untuk origami bangau dan bintang ini ada mitosnya. Menurut mereka, kalau kamu bikin 1000 bangau atau bintang, kamu bisa make a wish. Namanya juga mitos, bisa jadi benar-benar kejadian bisa juga mitos ini dipatahkan kapan saja. Tergantung kamu mau percaya atau tidak. Kalau salah satu teman saya yang kemarin hadi