Skip to main content

Realita reinkarnasi

Sepuluh menit. Itu waktu yang tersisa untukku saat ini. Kakak akan masuk ruang operasi dan tidak ada yang tahu bagaimana Tuhan menuliskan takdir baginya setelah itu. Wajar manusia selalu ditakuti kengerian akan saat-saat terakhir. Saat tak bisa lagi meninggalkan pesan cinta untuk orang tersayang. Aku hanya tidak ingin menyesal. Aku ingin melakukan itu untuk Kakakku. Meyakinkan dia kalau aku sangat mencintainya.

Pikiranku terus dipenuhi ketakutan itu. Hingga aku tak mampu berkonsentrasi untuk meyetir. Lelah dan mengantuk karena tenaga dan fikiran sudah terkuras oleh pekerjaan hari tadi.

Tiba-tiba saja aku berada dalam kesadaran yang penuh. Lelah dan kantuk-ku hilang demi melihat seorang ibu dengan perut buncit karena hamil merintih di pinggir jalan.. sendirian. Tak ada yang peduli. Ah, jalanan ini memang sepi. Aku menghentikan mobil dan membuka kaca jendela, menanyakan keadaannya. Ternyata dia akan melahirkan. Ya Tuhan, seorang bayi ada di dalam perutnya dan harus dilahirkan. Aku tak bisa meningalkannya.. aku harus melakukan sesuatu..

Kuajak ibu itu masuk ke mobilku. Aku berfikir, tujuanku adalah Rumah Sakit dan ibu ini tentu saja membutuhkan tindakan dari Dokter. Jadi sekalian aku bisa menolong bayi di dalam kandungannya untuk lahir.

Aku melanjutkan perjalananku dengan cemas. Takut kalau waktu yang tersisa tak cukup untuk ibu itu bertahan. Belum lagi aku gugup memikirkan kakak yang pastinya sedang menungguku.

Aku dan Kakakku. Kami adalah saudara kembar. Kakakku memang sering sakit-sakitan. Berbeda dengan aku.  Aku dianugerahi tubuh yang cukup kuat untuk melakukan aktifitas apapun yang aku suka. Sementara Kakak tidak. Dia mengalami kelainan pada jantungnya, sehingga aktifitasnya terbatas. Namun kami selalu bersama. Kami selalu membagi cerita sehari-hari kami satu sama lain. Aku tak sanggup membayangkan jika Kakakku harus pergi lebih dulu daripada aku. Dia Kakak yang baik. Tak mungkin ada orang lain seperti dia.

Aku mulai menangis.

Si Ibu hamil di sebelahku keheranan. Dia menatap mukaku. Aku tersenyum untuk menenangkannya. “tak apa-apa, Bu.” kataku.

“Nama saya Anik. Saya tidak punya siapa-siapa di sini, Neng. Saya perantau. Suami saya supir angkot. Meninggal waktu kandungan ini berusia 8 bulan. Seharusnya anak pertama kami ini kami besarkan sama-sama. Tapi Tuhan berkata lain. Suami saya dikeroyok orang di terminal karena ketahuan nyolong. Entah apa yang ada di fikiran dia waktu itu..” Ibu itu menuturkan kisahnya padaku, mukanya menatap jauh ke jalanan yang sepi di depan kami. Suaranya berat dan parau. Aku tak mampu berkomentar apa-apa. Hanya merasakan hatinya yang pedih dan sepi.

“Ibu kenapa berada di luar saat mau melahirkan begini?” tanyaku pelan.

“Entah apa salah saya, Neng. Saya merasa tetangga saya masih mengucilkan saya. Mungkin karena ayah anak ini seorang maling.” Ibu itu menunduk. Dan dari ujung mataku, aku bias melihat air matanya jatuh. Dia melanjutkan, “justru saya ini hendak meminta bantuan, Neng.. buat anak saya.. biar dia selamat..”

Dalam hening aku melanjutkan perjalanan. Kecewa karena sebegitu piciknya kondisi sosial di lingkungan rumah Ibu itu. Sekaligus sakit hati ini karena garis Tuhan atas Ibu itu terlalu pilu untuk sekedar kurasa. Aku tak mampu.

*

Akhirnya kami sampai di Rumah Sakit. Ibu itu dengan cepat mendapat tindakan dari Dokter. Aku lega. Aku segera menuju lantai dimana Kakakku akan dioperasi di salah satu ruangannya.

Terlambat.

Aku tahu Kakak sudah tiada. Ibu menangis meraung di bahu Ayah. Sementara wajah Ayah tampak terpukul sekali. Aku berjalan lunglai. Melihat aku, mereka langsung menyerbuku. Badanku terguncang dalam rengkuhan Ibu dan Ayah. Aku membasahi kemeja Ayah dengan air mataku. Kakak, maafkan aku..

*

Setelah dimandikan malam itu juga, besoknya Kakakku dikebumikan. Tubuhku terasa seperti hilang tak bertulang. Setelah 23 tahun selalu bersama, aku tak bisa membayangkan akan menjalani kehidupanku tanpa dia. Kakakku yang membuat aku merasa tidak memerlukan sebuah buku diary. Kakak berhati besar yang selalu bisa mencarikan alasan atas kekonyolan-kekonyolanku agar aku tidak menyesal lama-lama.

Kakak juga yang mengajarkan aku tentang ketegaran menjalani apapun tantangan hidup yang dihadapkan Tuhan pada kami. Akupun ikhlas melepasnya. Aku yakin dia bahagia di sana, melihat aku dan orang tuaku tetap melanjutkan hidup tanpanya.


*


Aku teringat pada Ibu Anik, ibu hamil yang aku tolong pada malam saat kakak pergi. Ia pasti sudah melahirkan anaknya dengan selamat malam itu. Aku pun berniat menengoknya sepulang kerja nanti.


Insiden kecil di kantor membuat aku tidak bisa langsung ke Rumah Sakit sepulang kerja. Bajuku terkena tumpahan kopi. Aku harus pulang dulu ke rumah untuk berganti pakaian.


Dari luar, rumahku tampak tenang seperti biasa. Namun ketika aku mulai mendekat ke arah pintu, terdengar suara tangisan bayi dari dalam rumah. Aku bertanya-tanya bayi siapa itu? Apakah ada yang bertamu di rumahku?

Ternyata tidak ada orang asing. Hanya Ayah dan Ibu yang sedang menggendong bayi menangis itu.

"Bu, bayi siapa?" tanyaku heran.

Ibu menjelaskan dengan tenang, "setelah melahirkan bayi ini malam itu, Bu Anik meninggal."

Aku terhenyak tak percaya. Aku dudukkan badanku di sofa. Satu lagi kejutan Tuhan sore ini untukku. "Aku berniat menengoknya sore ini, Bu.." kataku menyesal.

"Kita sibuk mengurus Kakak. Pihak Rumah Sakit yang mengurus Bu Anik malam itu. Dia sudah dikuburkan di tempat pemakaman umum. Dan bayi ini, siang tadi Ibu bawa pulang."

"Tapi kenapa, Bu, harus Ibu bawa pulang?" kataku pelan. Aku melirik Ayah yang tampak tegang namun ia berusaha tenang seperti Ibu.

"Kemari, Nak.." Ibu memberi isyarat agar aku mendekat padanya.

"Kamu lihat tanda di kening bayi ini?"

Jantungku berdetak kencang. Bayi ini memliki wajah yang cantik. Kulitnya putih. Dan aku melihat dengan jelas warna kulit yang lebih gelap dari kulit di area lain pada kening bayi ini. Dan area kulit berwarna lebih gelap itu membentuk seperti huruf U. Ya Tuhan! Itu kan tanda yang dipunyai oleh Kakak.

Sebetulnya tanda seperti huruf U itu Kakak dapat karena kecelakaan waktu kecil. Kakak terjatuh dari pohon, keningnya robek dan harus dijahit. Bekas luka dan jahitan itu membentuk seperti huruf U di kening kakak.

Aku kembali memperhatikan bayi mungil itu. Iya, sama persis. Letaknya, bentuknya.. 

Kami bertatapan satu sama lain.. Aku, Ibu dan Ayah.. Kami tahu apa yang sedang terjadi.. Sementara bayi mungil itu sudah berhenti menangis sejak tadi.

*

Jika aku percaya pada reinkarnasi, maka aku pasti bergembira karena jiwa Kakak akan hidup kembali pada sosok bayi mungil di hadapanku ini. Namun aku belum memutuskan apakah aku percaya atau tidak dengan konsep reinkarnasi. Aku pun tidak pernah berharap Kakak untuk hidup kembali. Aku mencintai realita. Aku lebih suka menjalani takdir Tuhan sebagai realita. Ada kelahiran tentu ada kematian.

Dan mengasuh bayi yang sudah ditinggalkan kedua orang tuanya ini, bersama-sama dengan Ibu dan Ayah adalah realita bagiku kini. Aku rasa alasan yang ini lebih masuk akal. Paling tidak bagiku.

Ah, hidup memang adalah sebuah realita! Menyembunyikan kejutan-kejutan di dalamnya untuk diungkapkan satu-satu pada kita. Tanpa kita bisa pastikan kapan dan di saat apa kita akan menerima. Kita hanya harus siap dikejutkan.. setiap saat.

Comments

Popular posts from this blog

Hade goreng ku basa

Kaget, miris, sedih. Tiga kata ini menggambarkan perasaan saya setiap kali dihadapkan langsung pada realita sikap sebagian masyarakat kita yang pengguna teknologi canggih, namun masih mengabaikan etika dan kesopansantunan dalam bertutur. Berkaitan erat dengan penggunaan bahasa, ada sebuah pepatah Sunda berbunyi: “Hade goreng ku basa”. Pepatah ini mengandung arti bahwa baik atau buruknya sesuatu tergantung bagaimana bahasa dan cara kita menuturkannya. Dalam kehidupan sehari-hari, terlebih di ranah publik dan ranah formal, penggunaan bahasa yang baik dan benar (tak hanya dari segi gramatika, tetapi juga konteks sosialnya) amat sangat penting. Beberapa yang belakangan ini sedang sering saya temui adalah: 1. Pencari kerja yang meninggalkan komentar/pertanyaan tanpa memperhatikan tata krama pada postingan iklan lowongan kerja di media sosial. 2. Pelamar kerja/pencari peluang bisnis atau kerja sama yang mengirimkan e-mail tanpa memperhatikan etika berkirim surat. Mungkin terdengar berl

Menerjemahkan Karam Sarasvati

Di antara banyak isi kepala, saya suka deh terbengong - bengong berpikir betapa sebuah lagu bisa bertransformasi menjadi banyak bentuk karya lainnya. Ya prosa yang lebih panjang aka cerpen, ya novel, lalu jadi video klip atau bahkan film. Lagu berubah wujud jadi koreografi. Lagu jadi tema foto. Lagu jadi lukisan pasir. Lagu jadi soundtrack pribadi. Oh ini sih saya. Lagu diinterpretasikan menjadi posting instagram? Itu sih kerjaan teman saya. Tapi memang menarik sih. Beberapa waktu lalu juga ada satu band yang membuat lomba foto semacam ini. Jadi kita mendengarkan lagu - lagu mereka, lalu kita posting foto yang menurut kita menginterpretasikan lagu - lagu band tersebut. Dan memang, kalau kita mencipta sesuatu, sudah jelas interpretasi orang terhadap apa yang kita buat tidak akan sama dengan apa yang kita pikirkan saat kita mencipta karya tersebut. Makin banyak interpretasi, makin 'kaya' karyanya. Dan satu hal, tidak ada salah atau benar yang 'pakem' d

1000 paper stars and one wish

Masih ingat dengan karakter Kugy di novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari? Atau tonton filmnya deh. Di sana ada adegan Kugy senang membuat dan menempel origami burung bangau. Nah, hari kemarin saya buka puasa bersama dengan teman-teman, dan ternyata saya baru menemukan hobi mereka membuat origami. Tapi mereka gak bikin origami bangau seperti Kugy, melainkan origami bintang. Sambil ngobrol ngaler ngidul, tangan kita asik membuat origami bintang dari paper stars yang sudah banyak dijual di toko aksesoris. Kita tinggal melipat.. melipat lagi.. dan voila! Jadilah bintang-bintang lucu seperti ini! :D Origami adalah seni melipat kertas dari Jepang. Dan untuk origami bangau dan bintang ini ada mitosnya. Menurut mereka, kalau kamu bikin 1000 bangau atau bintang, kamu bisa make a wish. Namanya juga mitos, bisa jadi benar-benar kejadian bisa juga mitos ini dipatahkan kapan saja. Tergantung kamu mau percaya atau tidak. Kalau salah satu teman saya yang kemarin hadi