Skip to main content

Aku tak mau berhenti sekarang, Tuhan

Boy selalu menghabiskan sorenya sendirian di atas genteng rumah, memandangi langit. Langit telah menjadi tempat curahan hati Boy yang paling setia selama ini. Boy jatuh cinta pada langit. Langit selalu mendengar tanpa pernah mengeluh bosan, begitu menurut Boy.

Pukul 4.20 sore. Waktunya Boy menemui langit untuk menceritakan harinya. Tapi kali ini tidak. Boy sedang ingin berada di lapangan futsal bersama teman – temannya. Boy tidak peduli ia baru saja menjalani operasi akibat kecelakaan motor yang dialaminya. Ia merasa sehat saat itu. Dan rasanya cukup mampu untuk mencetak beberapa gol ke gawang lawan.

Boy mencari sepatu futsalnya. Di kamar, di rak sepatu, di sekeliling rumah. Rasanya sudah setiap sudut rumah ia datangi, tapi sepatu futsal kesayangannya itu tak juga ia temukan.

“SIALAN!!!” Boy berteriak di tengah rumah yang kosong. Semangatnya untuk futsal bersama teman – temannya telah hilang. Ia lunglai. Namun ia tahu ada yang selalu setia menunggunya di atas sana, di genteng rumahnya. Ya, langit sore. Boy tahu ia selalu di sana, menunggu kedatangannya.

Boy membaringkan badannya di atas genteng. Merasakan kebersamaannya dengan langit. Tenang dan damai rasanya. Sampai Boy tak sadar ia sudah tertidur di sana hingga langit gelap.

Boy terbangun saat mendengar suara musik keras Linkin Park, band kesukaan Agung, kakaknya, dari dalam rumah. Dengan cepat Boy bangkit dan berlari ke dalam rumah mencari Agung.

“KAK, MANA SEPATU FUTSAL AKU!?” tak sabar Boy bertanya pada kakaknya.

“Santai Bro.. Gak usah teriak – teriak gitu napa?” dengan santai Agung menanggapi.

“KAKAK TAHU!? KAKAK TUH SELALU JADI MASALAH BUAT AKU!!” Boy menumpahkan kekesalanya sejak tadi sore, “AKU TAHU KAKAK YANG SEMBUNYIIN SEPATU FUTSAL AKU KAN!? BIAR AKU GAK BISA FUTSAL SAMA TEMEN – TEMEN AKU!!” Boy berteriak tepat ke wajah Agung. Agung tak menjawab, berpura – pura tidak tahu. Ia selalu sabar berhadapan dengan adik satu – satunya itu.

Agung memang menyembunyikan sepatu futsal adiknya. Ia terpaksa melakukan itu karena Boy tidak pernah mau mendengar kata – kata Ibu supaya banyak beristirahat dulu jika baru menjalani operasi. Boy selalu tidak bisa menahan dirinya untuk bermain futsal walaupun baru sembuh. Akibatnya tubuhnya akan kembali drop. Dan kepalanya akan pusing seharian. Agung sayang adiknya. Maksudnya baik, hanya saja Boy tidak tahu.

Kesal karena tak ditanggapi, Boy masuk ke kamar, mengunci pintunya dan tak keluar lagi.

Boy mulai membuka laptopnya. Membuka aplikasi chating dan menunggu hingga Missy, teman curhatnya di dunia maya, online. Beruntung, tak lama Boy menunggu, nama Missy muncul di layar laptopnya. Boy menyapanya. Ia menceritakan tentang ulah Agung menyembunyikan sepatu futsalnya.

Gak ada yang ngerti aku di rumah ini! Kak Agung selalu aja menghalang-halangi kesenangan aku! Aku ingin kakak perempuan kayak Kak Missy. Kakak aku gak perhatian. Dia gak pernah ada kalo aku lagi sakit..

Dan itulah kalimat terakhir yang diketik Boy. Tiba – tiba saja ia merasakan sakit yang luar biasa di kepalanya. Boy terhuyung. Ia terbaring di kasur sambil memegangi kepalanya.

Pukul 7 malam. Biasanya Boy mulai kelaparan dan mencari makan malam ke dapur. Namun kali ini tidak. Ibu mulai khawatir. “Boy! Bangun, Boy! makan dulu!” sambil mengetuk – ngetuk pintu kamarnya, Ibu membangunkan Boy. Boy tidak juga keluar kamar. Mengetahui pintu kamar anaknya itu terkunci, Ibu makin khawatir.

“AGUNG!! CEPET SINI!!” Ibu panik.

Agung menghampiri Ibu yang sedang berdiri dengan wajah cemas di depan pintu kamar Boy. Agung tahu apa yang terjadi. Ia mengintip ke dalam kamar Boy melalui lubang kunci. Tampak adiknya sedang terbaring di kasur. Wajahnya meringis kesakitan. Tangannya memegang kepala. Agung memutuskan untuk mendobrak pintu kamar itu. Tak berapa lama, mereka berhasil masuk.

“Adek!” Ibu menghambur ke tubuh anak bungsunya itu.

“Dek, kamu kenapa, Dek?” Agung tak kalah panik.

“Kita ke rumah sakit sekarang, Gung!” pekik Ibu.

Lagi – lagi Boy harus menjalani operasi. Masalah datang ketika tim yang diturunkan untuk menangani Boy bukan tim ahli seperti biasanya. Kecelakaan kecil terjadi. Boy tidak sadarkan diri selama dua hari. Selama itulah Agung yang menjaganya di Rumah Sakit. Agung memang tidak pernah peduli perlakuan Boy terhadapnya. Ia memang tidak bisa memberikan perhatian dengan cara yang adiknya inginkan. Namun Agung tahu, dirinya sangat sayang adik satu - satunya itu.

Dua hari menemani adiknya, Agung mulai merasa letih. Ia meminta Ibu menggantikannya sebentar untuk menjaga Boy. Agung pulang ke rumah. Dan saat itulah Boy siuman.

Perlahan Boy membuka matanya. Dia melihat Ibunya tersenyum seperti biasanya di samping tempat tidur. Mata Ibu berkaca – kaca. Wajahnya mengungkap syukur karena anak bungsunya itu akhirnya siuman.

“Kamu tidak sadar selama dua hari, Nak. Gimana keadaanmu sekarang?” tanya Ibu lembut.

“Aku lemes, Bu,” jawab Boy pelan.

Dokter senior yang biasa menangani Boy akhirnya datang. Dia menghampiri Ibu. Raut mukanya seperti merasa sangat bersalah. Lalu mereka berbicara serius sekali.

Di belahan pulau lain, Missy dengan cemas menanti kabar dari Boy. Sudah dua hari ia tidak menemukan adiknya itu ‘berkeliaran’ di dunia maya. Percakapan yang tiba – tiba terputus malam itu membuatnya semakin cemas. Missy sangat takut terjadi apa – apa dengan Boy.

Pada saat Missy begitu mencemaskannya, tiba – tiba muncul nick mane Boy di layar laptopnya. Missy lega luar biasa. Boy menyapa dengan gaya khasnya. Missy senang mengetahui Boy baik – baik saja.

Kak.. Kalau besok – besok aku ga online lagi maafin aku ya, Kak.. Mungkin ini hari terakhir aku..

Kok ngomongnya ngaco gitu sih, Boy? Gak boleh ah! Kamu pasti sembuh. Harus optimis!

Boy melirik Ibunya yang masih berbicara serius dengan Dokter. Lalu mengetik lagi..

Kata dokter kondisiku 40%.. Kemungkinan sembuh gak banyak..

Missy pernah diceritakan Boy, bagaimana sebenarnya keadaan luka di kepalanya. Missy dapat merasakan ketakutan Boy. Ia tak mampu menahan sedih. Belum sempat ia membalas, tiba – tiba Boy muncul lagi dengan kata – katanya.

Ya Allah, jika engkau akan mengambilku, ambillah aku di hari ini, aku berharap berpulang dengan kondisi khusnul khatimah.. Amin..

Missy begitu tersentuh. Tak sadar air matanya berjatuhan. Missy menangis tak terbendung lagi. Ia tak menyangka, adiknya yang terkesan manja dan cepat marah itu ternyata mempunyai hati yang begitu lapang. Hati yang ikhlas ketika dihadapkan pada maut yang begitu dekat. Missy melihat kepada dirinya sendiri. Ia merasa malu kepada Boy, seorang bocah 15 tahun yang memiliki kepasrahan yang bahkan orang dewasapun mungkin belum memilikinya. Ia juga mungkin tak akan sesiap Boy jika dihadapkan pada masalah yang sama. Rasanya, apapun kata – kata penyemangat yang ia sampaikan kepada Boy saat ini tak ada artinya lagi. Dadanya sesak. Air matanya tak mau berhenti jatuh.

Kak.. Coba Kakak di sini.. Coba Kakak yang jadi Kakak aku..

Maafkan aku gak bisa ke situ, Dek.. Dan berhenti ngomong seperti itu. Kamu itu punya Kakak terbaik di sana yang selalu ada buat ngejaga kamu..

Boy tersadar kenyataan yang selama ini selalu coba ia sangkal. Missy bukan kakaknya. Agunglah kakaknya. Tak seharusnya ia terus – terusan mengharapkan orang lain menjadi kakaknya. Seharusnya ia bersyukur atas apa yang sudah diberikan Tuhan kepadanya. Boy merasa sudah saatnya ia memperbaiki hubungannya dengan kakaknya.

Boy mulai belajar bersyukur terhadap apa yang sudah ia miliki. Keluarga yang tak pernah rela sedetikpun kehilangan dirinya. Keluarga yang telah dianugerahkan Tuhan kepadanya. Rasanya tak pantas Boy meminta orang lain untuk menggantikan mereka. Mungkin Tuhan akan berkata, sungguh kurang ajar anak ini.

Sementara di tempat lain, Missy mengakui, ia banyak belajar dan mengambil hikmah dari Boy selama ini. Mendengar keluhan Boy tentang Agung yang menurutnya tidak perhatian, membuat Missy berfikir. Apakah selama ini ia sudah menjadi kakak yang baik bagi adik – adiknya di dunia nyata? Misy tidak ingin adik – adiknya merasakan atau berpendapat seperti Boy tentang kakaknya. Missy kini berusaha lebih sayang dan perhatian pada adik – adiknya sendiri dengan cara yang bisa mereka mengerti.

Boy juga telah mengajarkan Missy tentang kepasrahan. Bahwa kita sebagai makhluk Tuhan yang lemah ini tak memiliki apapun di dunia ini yang patut kita sombongkan. Hidup ini milik-Nya. Kita harus siap kapanpun Tuhan mengambilnya kembali.

Ibu sudah selesai berbicara dengan Dokter. Ia duduk di samping Boy.

“Kak Agung mana sih, Bu? Pasti lagi pacaran dia...” Boy menggerutu manja pada Ibunya.

Ibu hanya tersenyum. Dan tiba – tiba saja Agung masuk dengan kue tart persegi di tangannya. Lilin angka 1 dan 6 berjejer di atasnya. Nyala api menari – nari di atas lilin menyinari wajah Agung. Boy baru sadar sekarang, ia sungguh mencintai kakaknya ini. ‘Ya Tuhan, aku bahkan tak ingat hari ini ulang tahunku.’ kata Boy dalam hati.

Boy memperhatikan lagi kue ulang tahunnya, ia bisa melihat namanya diukir indah di depan lilin – lilin angka. Saat itu juga Boy merasa malu terhadap dirinya sendiri, pada pikiran – pikirannya yang salah tentang kakaknya selama ini. Salah besar jika ia menganggap Agung tidak perhatian terhadapnya. Saat itu Boy rasanya ingin sekali memeluk kakaknya dan meminta maaf padanya. Tapi Boy malu. Maka ia hanya memejam dan berdoa, ‘Tuhan jangan dulu ambil saya sekarang, jangan hentikan aku malam ini, aku tak mau berhenti sekarang, aku igin sekali mengajak Kak Agung bermain futsal...’

--


Ditulis untuk #11projects11days (day 11) @nulisbuku

Comments

Popular posts from this blog

Hade goreng ku basa

Kaget, miris, sedih. Tiga kata ini menggambarkan perasaan saya setiap kali dihadapkan langsung pada realita sikap sebagian masyarakat kita yang pengguna teknologi canggih, namun masih mengabaikan etika dan kesopansantunan dalam bertutur. Berkaitan erat dengan penggunaan bahasa, ada sebuah pepatah Sunda berbunyi: “Hade goreng ku basa”. Pepatah ini mengandung arti bahwa baik atau buruknya sesuatu tergantung bagaimana bahasa dan cara kita menuturkannya. Dalam kehidupan sehari-hari, terlebih di ranah publik dan ranah formal, penggunaan bahasa yang baik dan benar (tak hanya dari segi gramatika, tetapi juga konteks sosialnya) amat sangat penting. Beberapa yang belakangan ini sedang sering saya temui adalah: 1. Pencari kerja yang meninggalkan komentar/pertanyaan tanpa memperhatikan tata krama pada postingan iklan lowongan kerja di media sosial. 2. Pelamar kerja/pencari peluang bisnis atau kerja sama yang mengirimkan e-mail tanpa memperhatikan etika berkirim surat. Mungkin terdengar berl

Menerjemahkan Karam Sarasvati

Di antara banyak isi kepala, saya suka deh terbengong - bengong berpikir betapa sebuah lagu bisa bertransformasi menjadi banyak bentuk karya lainnya. Ya prosa yang lebih panjang aka cerpen, ya novel, lalu jadi video klip atau bahkan film. Lagu berubah wujud jadi koreografi. Lagu jadi tema foto. Lagu jadi lukisan pasir. Lagu jadi soundtrack pribadi. Oh ini sih saya. Lagu diinterpretasikan menjadi posting instagram? Itu sih kerjaan teman saya. Tapi memang menarik sih. Beberapa waktu lalu juga ada satu band yang membuat lomba foto semacam ini. Jadi kita mendengarkan lagu - lagu mereka, lalu kita posting foto yang menurut kita menginterpretasikan lagu - lagu band tersebut. Dan memang, kalau kita mencipta sesuatu, sudah jelas interpretasi orang terhadap apa yang kita buat tidak akan sama dengan apa yang kita pikirkan saat kita mencipta karya tersebut. Makin banyak interpretasi, makin 'kaya' karyanya. Dan satu hal, tidak ada salah atau benar yang 'pakem' d

1000 paper stars and one wish

Masih ingat dengan karakter Kugy di novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari? Atau tonton filmnya deh. Di sana ada adegan Kugy senang membuat dan menempel origami burung bangau. Nah, hari kemarin saya buka puasa bersama dengan teman-teman, dan ternyata saya baru menemukan hobi mereka membuat origami. Tapi mereka gak bikin origami bangau seperti Kugy, melainkan origami bintang. Sambil ngobrol ngaler ngidul, tangan kita asik membuat origami bintang dari paper stars yang sudah banyak dijual di toko aksesoris. Kita tinggal melipat.. melipat lagi.. dan voila! Jadilah bintang-bintang lucu seperti ini! :D Origami adalah seni melipat kertas dari Jepang. Dan untuk origami bangau dan bintang ini ada mitosnya. Menurut mereka, kalau kamu bikin 1000 bangau atau bintang, kamu bisa make a wish. Namanya juga mitos, bisa jadi benar-benar kejadian bisa juga mitos ini dipatahkan kapan saja. Tergantung kamu mau percaya atau tidak. Kalau salah satu teman saya yang kemarin hadi