Aku masih kuncup
hidup di tepi trotoar ini
berdamai dengan angin sore
ia membuatku kepincut
mesranya membuai setiap
helai daunku
Aku jadi enggan merekah,
berhias lalu lepas
paru-paruku masih senang
menghimpun debu
telingaku belum bosan
coba pecahkan teka-teki
suara klakson
berlompatan.. tergesa..
berkejaran bersama nafas
manusia
Aha.. manusia!
Mataku sering tersedak
oleh arak
yang mengalir dari desis
ambiguitas manusia
Ketika mereka berbicara
tentang imam
hidup.. redam.. hingga
padam
seperti lampu di simpang
jalan
mengawal bergantian
aku mencium keningku
sendiri.. keheranan!
Ketika mereka tengah
berulah
mengarang cerita tak sudah
- sudah
tentang kambing yang
menjadi rubah
satu per satu batang
harapanku patah
terperangah oleh fabel
yang terlalu mewah
aku lemah dan kalah...
Ahh..
Aku masih tetap kuncup
mencoba terus hidup
" Sebentar kamu
mekar,
tunggu saja!"
Jingga ingatkan aku
sedikit tergugu..
hatikupun membesar
mau bersabar..
Terbayang jika aku hanya
sebatang ilalang
siap terinjak kaki siapa
yang lalu lalang
tak perlu tahu bahkan kala
asa membentang
maka aku hanya akan
menjadi jalang
mengurai rutukan tulisan
di jalan pulang
...
Tapi jingga.. apa artinya
ini semua?
Toh aku hanya senoktah
dari jalan panjang
mewujud dari seribu bulir
asam rasa penat
dan berakhir ketika
leherku terpenggal orang lewat!
Bandung, 23 Maret 2010
Comments